JEMBATAN LINGKAR LAPOILI PERAIH API AWARD, TERINSPIRASI DARI BOLA DUNIA

633
La Ode Abdul Halim SH, Kepala Desa Wawoangi, Kec.Sampolawa, Kab.Buton Selatan

 

JEMBATAN lingkar Lapoili terletak di Desa Wawoangi, Kecamatan Sampolawa, Kabupaten Buton Selatan. Jembatan lingkar Lapoili mulai dibangun pada tahun 2017, kini menjadi spot wisata populer di kawasan Kepton dan Sulawesi Tenggara (Sultra).
***

Abdul Rajab Kaimuddin (Flash) / Buton Selatan

Kepala Desa Wawoangi, menjadi tokoh utama di balik skenario pendirian Jembatan Lingkar Lapoili. Awalnya ia hanya memiliki ide untuk membuat jalan sebagai akses menuju pantai. Namun di dalam benak, ia juga memikirkan ide untuk menjadikan kawasan pantai Lapoili menjadi tempat wisata berupa jembatan lingkar Lapoili yang terbuat dari kayu dan memiliki gazebo.

Ia adalah La Ode Abdul Halim SH, Kepala Desa Wawoangi yang memiliki visi besar jauh ke depan. Sebelum menjadi destinasi wisata, Pantai Lapoili hanyalah gundukan sedikit pasir di ceruk-ceruk tebing gersang di Desa Wawoangi. Kira-kira pantai kecil sepanjang 50 meter. Jika hanya mengandalkan pantai yang ada, Abdul Halim yakin tempat itu tak akan dikunjungi wisatawan.

Ia mulai sering memikirkan tempat itu, lalu memanjat sebuah batu dan memperhatikan lagi pantai itu dari ketinggian. Seketika itu juga muncul ide untuk membangun sebuah jembatan lingkar dilengkapi gazebo dan infrastruktur lainnya hingga memiliki daya tarik wisata tinggi.

Maka mulailah dibangun jembatan lingkar itu. Dan benar saja, jembatan itu kini menjadi primadona dan menjadi destinasi wajib dikunjungi pada setiap momen perjalanan wisata. Tempat ini juga kini sangat bermanfaat bagi masyarakat sekitar. Selain sebagai maskot di Desa Wawoangi, Jembatan Lingkar Lapoili menyerap tenaga kerja dengan upah jutaan rupiah. Selain itu juga menjadi pemicu ekonomi karena tingginya angka kunjungan wisata.

“Ini Ide saya, gagasan saya, dan saya juga kerja di dalamnya,” ungkapnya.

Jembatan Lapoili sengaja dibuat melingkar. Menurut dia lingkaran merupakan representasi bola dunia. Di tengah jembatan masih akan dibangunkan restoran sebagai titik koordinat bola dunia.

Dibangun tujuh gazebo di atas jembatan menambah kesan elegan dan futuristik. Indah memang, apalagi jika berkunjung ke tempat ini, pengunjung disuguhkan kecantikan jembatan lingkar dari ketinggian yang memicu hasrat untuk mendekati lebih intim.

“Tujuh gazebo merupakan inspirasi dari tujuh tokoh di Pulau Buton,” kata Halim yang enggan menyebut sosok tujuh tokoh inspirasi besar itu karena menurut dia tabu (pemali) untuk disebut.

Pada penyelesaian jembatan lingkar pertama menarik banyak pengunjung. Banyak orang berdatangan setiap harinya yang mebuat pria inspiratif ini sedikit bangga dan lebih termotivasi lagi.

“Lalu kemudian saat bedirinya gazebo, para pengujung makin ramai berdatangan menikmati indahnya berwisata di Lapoili,” katanya kepada crew tribunbuton.com di Jembatan Lingkar Lapoili, Sabtu 20 November 2021.

Masih ada fasilitas tambahan yang belum dibanun karena faktor anggaran. Abdul Halim berharap kepada pemerintah daerah, pemerintah provinsi, maupun Kementrian Pariwisata untuk memperhatikan dan membantu membangun fasilitas yang belum sempat tercapai saat ini.

Nampak La Ode Abdul Halim SH, Kepala Desa Wawoangi, turut membatu proses pengerjaan jembatan lingkar lapoili

“Kalau saya hanya mengharapkan dana desa terkecuali tiga periode baru bisa selesai,” ujarnya.

Di tahun 2022 pemerintah daerah mulai membantu pengaspalan jalan masuk ke Jembatan Lingkar Lapoili. Disusul anggaran bantuan dari Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara berupa pembangunan talud.

“Ini merupakan salah satu karya yang saya wujudkan untuk menjadi harapan berkelanjutan untuk generasi kedepan dan ini baru sekitar 50 persen pembangunan yang diharapkan,” kata kepala Desa Wawoangi ini.

Melalui Dana Desa (DD), Jembatan Lingkar Lapoili telah mendapatkan Api Award 2021 dengan nominasi tiga terbaik dari 70.000 desa di Indonesia. Abdul Halim diundang Desember 2021 ke Banyumasin, Palembang untuk menerima penghargaan dari kementerian.

Omset dari kunjungan Jembatan Lingkar Lapoili mencapai Rp 5jt per hari. Ini sebuah capaian yang menggembirakan. Masyarakat Desa Wawoangi memanfaatkan kawasan wisata untuk berjualan aneka jajanan, makanan, minuman.

“Tapi pada masa pandemi Covid 19, tempat wisata Jembatan Lingkar Lapoili tidak memiliki pemasukan sama sekali,” ujarnya.

Wa Ode Yunita, salah satu pedagang yang berjualan di jempatan lapoili

Masyarakat benar-benar bisa mencari nafkah dengan keberadaan jembatan lingkar. Salah satu pedagang kaki lima Wa Ode Yunita, salah satu pedagang, jualannya bisa meraup omset Rp 200 rb per hari dan Rp 300 rb di hari libur.

Akbar dan Sindi pengunjung asal Kota Baubau, sedang menikmati pemandang indah area jembatan lingkar lapoili

Akbar dan Sindi pengunjung asal Kota Baubau sudah tiga kali berkunjung ke tempat ini. Ia menilai banyak perubaham dan kemajuan Jembatan Lingkar Lapoili. Menurut dia, akses jalan masuk masih perlu diperbaiki lagi agar lebih nyaman.(***)