Oleh: Rasman Sastra Wijaya.
Konselor merupakan salah satu profesi unik dalam dunia pendidikan, keunikannya terlihat dari setting wilayah layanan, konteks tugas serta ekspektasi kinerjanya dalam satuan pendidikan yang sangat berbeda baik dengan fungsi kepala sekolah sebagai manager dan guru mapel sebagai transfer of knowledge.
Demikian juga dalam proses pembelajaran, konselor dalam mendidik siswa melalui serangkaian program layanan professional yang terukur dan terintegrasi disetiap tindakan atau unjuk kerja program bimbingan dan Konseling.
Menjadi seorang konselor khususnya dalam dunia pendidikan bukan sekedar memenuhi keinginan atau pilihan peluang kerja saja, namun lebih daripada itu konselor dalam satuan pendidikan merupakan sebuah panggilan jiwa dari para pelaksana pembelajaran yang didalamnya memuat unsur -unsur antara lain membimbing, mengajar, mengarahkan, memotivasi sampai menilai hasil proses pembelajaran.
Upaya membantu individu meningkatkan atau memperkuat dorongan untuk mencapai integritas diri berarti mendorong individu untuk menemukan makna hidup yang hakiki. Program bimbingan dan konseling adalah upaya sistematis untuk membantu individu menemukan makna hidup yang hakiki.
Tujuan pelaksanaan program bimbingan dan konseling adalah terbentuk kemandirian siswa. Kemandirian mengandung segi-segi kehidupan normatif, kesadaran akan sistem nilai dan budaya, tanggung jawab, kemampuan bertindak etis dan religius atas dasar pemahaman yang bermakna.
Dari konteks hasil belajar tersebut maka pembelajaran didalam kelas bukan sekedar transfer of knowledge dan nilai yang diukur melalui ketuntasan kriteria minimal (KKM) namun lebih dari pada itu harus dapat dibuktikan dengan upaya untuk dilakukannya perubahan perilaku secara kompleks melalui proses pengalaman yang dilaluinya.
Melihat perbedaan tugas dan konteks pembelajaran yang siginifikan dari Guru Mapel, Unsur pimpinan maka posisi konselor dalam dunia pendidikan semakin jelas dan tegas menjadi kebutuhan perkembangan siswa. Atas dasar tersebut konselor harus dimuat sebagai pendidik pada Undang-undang sistem pendidikan nasional.
Konselor memiliki tujuan yang sama dengan guru mapel ataupun pimpinan manajerial (unsur kepala sekolah) yaitu mengoptimalkan perkembangan peserta didik melalui layanan bimbingan dan konsling disetiap satuan pendidikan tertentu.
Selama ini, proses belajar dalam konteks pembelajaran di kelas belum mampu optimal artinya belum dapat membawa peserta didik dari kondisi apa adanya secara maksimum kepada kondisi bagaimana seharusnya secara maksimal dengan memanfaatkan potensi diri setiap siswa.
Potensi diri ini akan menjadi kekuatan dan kelebihan seorang siswa untuk difasilitasi oleh konselor diketahui oleh guru kelas atau guru mata pelajaran sebagai dasar mengantar kemampuan lainnya. Kelebihan dan kekuatan peserta didik tersebut bukanlah sebuah kompetensi yang dikejar dalam proses pembelajaran seperti kompetensi pengetahuan (kognitif), kompetensi sikap (afektif) dan kompetensi keterampilan (psikomotor).
Namun kelebihan dan kekuatan peserta didik ini termanifestasi dari potensi diri yang sudah ada sejak lahir baik itu kecerdasan/Intelegensi, Bakat dan minat, karakterisitik, kepribadian serta sejumlah atribut peristiwa yang akan menjadi pengalaman berharga dalam berinteraksi dengan kerabat atau lingkungannya.
Nyatanya kemampuan tersebut kadang kabur atau kurang jelas untuk digunakan atau dimanfaatkan oleh guru Mata pelajaran dalam proses belajar. Seharusnya kemampuan menjadi dasar untuk mengembangkan kemampuan lainnya peserta didik. Kemampuan masing-masing peserta didik tersebut harus melalui pengukuran atau serangakain tes serta dianalisis secara mendalam oleh konselor untuk dijadikan dasar data dan prediksi kehidupannya kedepan.
Adapun konteks tugas konselor yang menjadi dasar untuk dimuat dalam Undang-undang sistem pendidikan nasional yaitu: Konselor membebaskan tekanan psikologis siswa dalam belajar, artinya profesi konselor terlepas dari program BK yang sudah tersusun dan terencana (program tahunan-program semesteran) di sekolah.
Dalam kegiatan sehari-harinya Konselor dengan rasa altruistic mampu menangkap eksistensi peserta didik. Konselor mampu menjangkau sampai pada titik dimana menurunnya psikologis peserta didik. Situasi yang mengancam siswa, baik kondisi menurunnya psikis (fikiran, mental dan suasana emosional tak menentu) maupun secara fisik (sakit atau kurang sehatnya badan atau jasmani) atau gejala psikologis yang muncul di seluruh warga sekolah.
Kondisi-kondisi labil, gelisah atau rendah dirinya seorang peserta didik ini akan menjadi bagian dari upaya responsive konselor dalam membantu memulihkannya. Bahkan ketika itu dengan hadirnya konselor, siswa merasa terbantu meng-upgrade Mampu Mempertahankan Batas-Batas yang Sehat untuk dijadikan sebagai bagian dari kelebihannya, demikian kekurangan dari diri justru diangkatnya hingga menjadi senjata yang ampuh untuk membantu perkembangan dalam mempersiapkan masa depannya.
Konselor memfasiltasi perkembangan siswa melalui layanan teraupetik di sekolah, bahwa salah satu kompetensi konselor adalah kompetensi paedagogik yaitu memberikan layanan konseling secara menyenangkan dengan menjamin seluruh privasi peserta didik (asas kerahasiaan) menjadikan peserta didik merasa yakin akan perkembangan dan tantangan yang menempanya untuk dikeluarkan.
Kondisi lain seorang konselor memahami factor budaya, ekonomi dan pluralism setiap konseli atau peserta didik karena mereka makhluk sosial dan individual. Konselor bertindak sebagai model keaslian dengan menjadi apa adanya dan terlibat dalam penyingkapan diri (self-disclosure) yang layak dan fasilitatif.
Konselor dalam proses membantu konseli merumuskan harapan yang realistis, membantu mengurangi rasa cemas dan prasangkan yang tidak baik sehingga peserta didik memiliki keyakinan untuk optimis dengan segala tantangan yang harus untuk ditaklukannya.
Peserta didik akan mengintegrasikan apa yang diperlihatkan konselor,Terbuka, percaya diri, dapat lebih mandiri untuk menyelesaikan masalahnya sendiri di kemudian hari. Konselor memberikan kepuasan dan kebahagian, serta mewujudkan perkembangan optimal dan kemandirian bagi setiap peserta didik yang dilayaninya.
Konselor tahu bahwa dalam upaya melayani peserta didik akan membuat perbedaan besar dalam hidup seseorang sehingga konsistensi dan komitmen professional menjadi dasar dalam melaksanakan layanan. Konselor bersedia menjadi pendamping seseorang yang ingin memenuhi kebutuhan, memenuhi harapan, mengembangkan dirinya, menuju kemandirian serta menghadapi situasi ambiguitas peserta didik dalam menghadapi rasa takut terdalam, dan dilema.
Meskipun konselor kadang menghadapi tantangan besar. Konselor mengembangkan kompetensi abad 21 peserta didik, kompetensi berharga yang harus dikuasai seorang konselor dalam membimbing dan memberikan konseling kepada setiap peserta didik, memahami bahwa setiap individu dalam proses being.
Sehingga kemampuan dasar menyonsong abad 21 ini harus menjadi dasar pengauasaanya, baik itu kemampuan berpikir kritis dan memecahkan masalah, keterampilan berkomunikasi, keterampilan berkolaborasi dengan baik, dan keterampilan berkreatifitas dan berinovasi dalam layanan bimbingan dan konseling.
Membantu peserta didik agar dapat mengembangkan karakteristik pembelajaran agar terlatih untuk bisa memiliki keterampilan esensial yang mengarah pada proses pembelajaran yang interaktif, holistik, integratif, saintifik, kontekstual, tematik, efektif, kolaboratif, dan berpusat pada peserta didik, sehingga dalam implementasinya pendidik dapat merancang kegiatan dengan memilih pilihan karir atau lanjutan studi yang te[at berdasarkan kebutuhan dirinya.
Konselor secara sadar berusaha menanggapi kebutuhan anggota masyarakat (kompetensi sosial), terutama orang yang paling rentan, kebutuhan untuk menegosiasikan perubahan lingkungan menjadi jelas. Pekerjaan mereka membawa para konselor berhadapan muka dengan para korban kemiskinan, rasisme, seksisme, dan stigmatisasi dengan sistem politik, ekonomi, dan sosial yang membuat individu merasa tidak berdaya; dengan badan pengatur yang menolak tanggung jawab mereka untuk merespons; dengan norma-norma sosial yang mendorong isolasi.
Dalam menghadapi kenyataan ini, konselor tidak punya pilihan selain untuk mempromosikan perubahan positif dalam sistem yang mempengaruhi kesejahteraan klien mereka.
Konselor secara profesional memberikan bantuan bebasis budaya adalah konselor yang aktif dalam proses menjadi sadar akan anggapannya sendiri tentang perilaku manusia, nilai-nilai, bias, prasangka pengertian, keterbatasan pribadi, dan sebagainya.
Kedua, seorang profesional bantuan yang kompeten secara budaya adalah orang yang secara aktif berusaha memahami pandangan dunia kliennya yang berbeda secara budaya. Ketiga, profesional bantuan yang kompeten secara budaya adalah orang yang sedang dalam proses untuk secara aktif mengembangkan dan mempraktekkan intervensi yang tepat, relevan, dan sensitif. Strategi dan keterampilan dalam bekerja dengan klien yang budayanya berbeda.
“ketiga tujuan ini memperjelas bahwa kompetensi kultural adalah sebuah proses yang aktif, berkembang, dan berkelanjutan dan bahwa itu lebih bersifat aspiratif daripada tercapai.”
Kompetensi multikultural konselor sebenarnya merupakan konsep yang hidup dan berkembang. Bukti gagasan ini dapat ditemukan pada tingkat di mana para pendukung konseling multikultural telah memperluas batas-batas multikulturalisme untuk menangani perubahan sosial politik dan menemukan penyebab umum dengan konseling keadilan sosial.
Konselor menguasai Ilmu pengetahuan dan teknologi haruslah diarahkan kepada kehidupan bermoral peserta didik. Oleh karena konselor harus secara mendalam mengitegrasikan esensi nilai dalam masyarakat global menjadi amat penting, dalam kondisi peserta didik menghadapi ketidakpastian (uncertainty) dan bahkan kesemrawutan (chaos) yang bisa membuat nilai-nilai rujukan yang ada menjadi amat rentan terhadap pengaruh nilai-nilai baru yang dangkal dan instrumental.
Disinilah manusia perlu belajar memahami dan memaknai nilai agar nilai rujukan yang diikutinya tidak semata-mata nilai transformasi kultural tetapi dimaknai secara kontekstual.
Konselor menjiwa Pancasila yaitu konselor Pancasila melaksanakan secara penuh amanah undang-undang dan segenap aturan hidup di negara kesatuan republik Indonesia.
Konselor abad 21 meneladani kekuatan dasar negara dalam kompetensi konselor secara kuat dan mandiri yaitu (1) beriman, bertakwa kepada Tuhan YME, dan berakhlak mulia, (2) berkebinekaan global, (3) mandiri, (4) gotong royong, (5) bernalar kritis, dan (6) kreatif. Keenam elemen tersebut harus dipandang sebagai satu kesatuan yang mendukung dan berkesinambungan satu sama lain dalam menjalankan profesi konselor.
Dorongan mencapai integritas diri ini merupakan dorongan yang paling bermakna dalam diri manusia karena akan membawa manusia ke arah perbaikan dan penyempurnaan diri. Dorongan ini memungkinkan peserta didik memiliki kesadaran akan alternatif tindakan, melihat keputusan yang diambil sebagai perwujudan dari kebebasan diri, dan bukan sebagai perilaku mekanistik pesrrta didik.
Dorongan seperti ini membawa pesertadidik ke arah perkembangan mental yang sehat. Dalam konsep ini bimbingan dan konseling harus merupakan strategi upaya untuk membantu individu meningkatkan motivasi atau dorongan mencapai integritas diri.
Berdasarkan uaraian diatas maka kedudukan Konselor sebagai pendidik sangatlah kuat diundangkan setara dengan guru dan dosen pada undang-undang sistem pendidikan nasional. Olehnya itu kebutuhan akan konteks tugas konseleor dapat mewarnai beberapa pasal termasuk pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling dalam sataun pendidikan mendapatkan apresiasi khusus untuk dijadiakan bagian terintegral yang tidak dapat dipisahkan dengan guru mapel dan unsur pimpinan sekolah.
Penulis: Dosen Bimbingan dan Konseling Universitas Muhammadiyah Buton