KASUS SADLI, KESAKSIAN AHLI DEWAN PERS DAN PWI (Bagian 1)

1520
Saksi Ahli Dewan Pers dan PWI saat bersaksi pada sidang kasus Sadli di Pengadilan Negeri Pasarwajo, Kabupaten Buton. FOTO:YUHANDRI HARDIMAN/TRIBUNBUTON.COM

SIDANG kasus Sadli, kali ini menghadirkan Winarto, ahli dari Dewan Pers (DP) dan Oktaf Riadi ahli dari PWI Pusat. Winarto lahir di Semarang Juli 1964, merupakan salah satu dari 7 tenaga ahli DP. Dewan Pers memiliki 9 angota yang diangkat oleh presiden.

YUHANDRI HARDIMAN, PASARWAJO

KALI ini, kuasa hukum M Sadli tak satupun hadir pada sidang yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Pasarwajo karena telah mengundurkan diri. “Meskipun kuasanya mundur tapi hak-haknya tetap ada,” kata Ketua Majelis Hakim Subai SH MH, Kamis 12 Maret 2020.

Pada tenaga ahli, ada bagian pendataan dewan pers, komisi pengaduan dengan SK dari Ketua Dewan Pers, M Nuh. DP adalah lembaga independen berdasarkan amanah UU Pers No.40/1999 dengan tugas menjaga kemerdekaan pers dan mengawasi pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik (KEJ).

Winarto diminta maju ke hadapan hakim untuk disumpah. “Saya bersumpah, saya berjaji sebagai ahli akan memberi pendapat soal-soal yang dikemukakan pada saya menurut ilmu pengetahuan saya dengan sebaik-baiknya, semoga Tuhan menolong saya,” Winarto disumpah secara Katolik.

Ahli kedua, Oktaf Riadi, dimulai dengan pertanyaan ringan apakah mengenal terdakwa? “Saya tidak mengenal terdakwa, baru tahu kasus ini setelah dari Banjarmasin.”

Oktaf Riadi adalah ahli dari Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat dengan jabatan Ketua Bidang Pembelaan Wartawan. “Jadi, persatuan wartawan berarti orangnya,” kata hakim menimpali.

“Angggota adalah seluruh wartawan yang tergabung di PWI,” jawab Oktaf.

Oktaf juga diminta maju ke depan untuk disumpah. “Demi Allah saya besumpah sebagai ahli, akan berpendapat mengenai soal-soal menurut ilmu pengetahuan saya dgn sabaik-baiknya.”

“Kan beda ilmunya ahli dari DP dan ahli dari PWI. Hakim beralih ke Winarto, pernahkah diperiksa oleh penyidik mengenai kasus Sadli? Winarto menjawab pernah.

Winarto bertugas di Dewan Pers (DP) sejak tahun 2015 sebagai anggota Pokja Pendataan dan Penelitian Media. Tahun 2018 sebagai tenaga ahli anggota Pokja Penyelesaian Sengketa Pers.

Salah satu fungsi DP yakni memediasi kasus pers yang diajukan masyarakat. Yaitu kalau ada publik yang merasa dirugikan oleh pemberitaan maka bisa melakukan pengaduan.

Hakim memotong Winarto. Ruang lingkup pemberitaan pers itu apa? Apa karya jurnalis itu yang saudara pahami?

Winarto menjelaskan karya jurnalis itu dibuat seorang dan memang bertugas dan memiliki kompetensi jurnalistik. Jurnalistik adalah kegiatan mencari, memperoleh, menyimpan mengolah, dan menyiarkan informasi berita melalui media.

Syarat seseorang disebut jurnalis
ada dalam Peraturan Dewan Pers. Dewan pers hanya sebagai fasilitator, sedangkan peraturan dibentuk oleh komunitas pers misalya para wartawan, tokoh masyarakat yang memahami pers, unsur media. DP membuat acuan atau kajian dan Focus Grup Diacusion (FGD) untuk dibahas dan jadi sebuah aturan.

DP juga memfasilitasi terbentuknya peraturan kemerdekan pers dan aturan kompetensi wartawan. Subai kembali bertanya, bisa disebut syarat dan siapa yang bisa jadi wartawan dan bagaimana ketentuan menjadi wartawan profesional?

Wartawan menurut Winarto, harus memiliki pengetahuan umum dan khusus. Pengetahuan umum itu misalnya berbagai persoalan sosial, ekonomi, politik dan sesuatu yang bisa jadi landasan membuat berita.

Sedangkan pengetahuan khusus adalah dalam konteks ketika wartawan liputan khusus ekonomi, harus memiliki kemampuan analisis masalah ekonomi. Tujuan umum dan khusus yakni ketika ditempatkan di bidang lain dia bisa belajar dan menyesuaikan.

“Tunggu dulu,” sela hakim. Soal pengetahuan dan ujian kompetensi. Ada berapakah penyelenggara lembaga kompetensi? “Ada beberapa yang mulia,” jawab Winarto.

Misalnya ada PWI, AJI, IJTI, dan ada lembaga pendidikan seperti kampus Universitas Mustopo yang semua melalui peraturan lembaga uji. Wartawan yang boleh ikut uji kompetensi ada aturannya, untuk daftar sebagai perusahaan pers ada syaratnya.

Fungsi DP salah satunya mendata perusaaan pers yang jumlahnya sangat banyak ada ribuan dan DP memiliki keterbatasan tenaga dan anggaran. Hakim bertanya, apakah DP aktif atau pasif mendata perusahaan pers?

“Seharusny aktif, tetapi DP menyiapkan website DP berupa aplikasi bagi perusahaan yang akan mendaftar untuk difrifikasi oleh DP,” ujarnya.

Ferivikasi perusahaan pers itu yakni, melihat syarat administrasi, dicek apakah penuhi syarat UU Pers No.40/1999, lalu terferivikasi administrasi, lalu kompetensi wartawannya. Langkah kedua ferifikasi di lapangan (faktual), yaitu mengenai mekanisme kerja, apa, bagaimana caranya.

“Kalau memenuhi syarat akan mendapat status perushaaan pers terferifikasi faktual,” jelasnya.

Hakim bertanya lagi, apakah liputanpersada.com sudah terdaftar? “Belum terdaftar sampai sekarang,” jawab Winarto.

Lalu apa implikasi hukum secara peraturan bagi yang terdaftar dan belum? “Karena ada keterbatasan tenaga dengan media begitu banyak, ada kemungkinan perusahaan tertentu belum terferivikasi,” jawabnya. (bersambung)