BUTUR, TRIBUNBUTON.COM – Dugaan mafia anggaran Sinkronisasi APBD Tahun 2023 di Kabupaten Buton Utara (Butur), Sulawesi Tenggara (Sultra). Yang disuarakan Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Butur, Ahmad Afif Darvin, terus berlanjut.
Kendati Sekretaris Daerah (Sekda) Butur, Muhammad Hardhy Muslim, telah mengklarifikasi tudingan adanya mafia Sinkronisasi APBD 2023. Namun jawaban jenderal ASN Butur tersebut, justru menjadi pembuka babak baru perseteruan legislatif dan eksekutif alias berbalas pantun.
Wakil Ketua I DPRD Butur, Ahmad Afif Darvin, mengisyaratkan agar Sekretaris Daerah (Sekda) Butur, Muhammad Hardhy Muslim, untuk tidak sesumbar menanggapi persoalan tersebut. Jika tidak paham aturan terlebih tidak pernah mengikuti mekanisme pembahasan dari awal di DPRD.
“Pak Sekda jangan hanya bicara diluar, datang ikuti rapat sinkronisasi di DPRD karena selama pembahasan tidak pernah hadir. Yang dilakukan Pak Sekda sepihak, karena sudah merubah pagu anggaran, kalau Pak Sekda paham aturan. Untung kami masih hormat dan hargai. Kalau di daerah lain pada rapat pembahasan anggaran, jika tidak dihadiri Sekda pasti Tim TAPD disuruh pulang,” tegas Wakil Ketua 1 DPRD Butur, Senin 16 Januari 2023.
Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) tersebut, mengungkapkan adanya dugaan Mafia Anggaran pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2023. Karena Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) sudah melampaui kewenangan Bupati dan DPRD.
“Sinkronisasi itu wilayahnya Bupati dan Ketua DPRD. Kalau ada hal-hal yang urgent belum terisi sesuai Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 212 tahun 2022 kita sesuaikan. Bukan TAPD yang ambil alih sendiri untuk menggeser dan menambah pagu anggaran. Sinkronisasi itu ruangnya di DPRD agar dibahas dan dudukkan bersama untuk kepentingan rakyat,” ungkap Ahmad Afif Darvin.
Dugaan adanya Mafia Anggaran pada APBD 2023 itu lanjutnya. TAPD setelah proses evaluasi anggaran di Pemerintah Provinsi, bersurat mengambil nomor registrasi tanpa sepengetahuan Bupati dan DPRD.
“Kenapa saya duga ada mafia anggaran karna sikap TAPD sudah melampaui, melangkahi serta mengambil tugas-tugas kami. Setelah evaluasi, mereka bersurat atas nama Bupati dan DPRD bahwa telah melakukan penyempurnaan APBD. Sementara kami tidak pernah lakukan rapat sinkronisasi bersama Pemda. Surat permintaan registrasi RAPBD 30 Desember 2022 sementara di tanggal itu sinkronisasi belum selesai, ada apa ini,” ungkap Ahmad Afif Darvin, setengah bertanya.
Ahmad Afif Darvin, menjelaskan pihaknya mempertanyakan dokumen yang di bawa ke Pemprov itu karena dokumen evaluasi tidak sesuai dengan hasil paripurna. Sehingga isi dokumen dengan hasil paripurna ada pagu anggaran bergeser pada beberapa OPD.
Menurutnya, hasil evaluasi dari Pemprov memiliki beberapa catatan untuk penganggaran program prioritas. Sehingga dokumen evaluasi tersebut harus dibahas kembali di DPRD untuk sinkronisasi bersama TAPD. “Disitulah dibahas apa isi, maksud dan tujuan dari PMK 212 tahun 2022,” ujarnya.
Ahmad Afif Darvin, menambahkan evaluasi di Provinsi bukan untuk menggeser pagu anggaran. Namun Pemprov hanya sebatas memberikan masukan dan catatan untuk hal yang wajib dianggarkan guna kepentingan rakyat.
“Kami DPRD khusunya saya tidak akan pernah membahas sinkronisasi kalau tidak sesuai dengan rapat paripurna. Sekda harus paham aturan dong. Jadi konsekuensi dari keterlambatan sinkronisasi ini berdampak pada APBD. Kita dudukkan bersama persoalan ini agar sesuai peraturan dan perundang – undangan,”
“Pak Sekda jangan ngawur kalau bangun dari tidur, kenapa bisa persoalan sinkronisasi dikaitkan dengan tahun politik. Atau Pak Sekda lagi kecanduan politik ya,” pungkas Wakil Ketua DPRD Butur dengan nada sentil. (Tribunbuton.com/Asm)