Alam Nashrul SE *)
DALAM seratus tahun terakhir, resesi ekonomi hampir selalu dimulai dengan kenaikan suku bunga selama beberapa periode, bukan oleh virus. Jika penyebab resesi adalah kenaikan suku bunga, pengaruhnya terhadap ekonomi global seharusnya tidak lebih dari tiga bulan. Tetapi hari ini, pandemi seratus tahunan telah menghantam ekonomi global sejak Maret 2020.
Beragam imbauan pemerintah sudah dikeluarkan, mulai dari physical distancing, penundaan mudik, sampai darurat sipil. Namun, di saat yang sama perlambatan ekonomi mulai menyebar ke seluruh daerah di Indonesia.
Sektor kita yang sangat menopang, yaitu Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) paling siap terdampak. Peran UMKM tidak bisa diremehkan dalam landscape perekonomian. Mereka menyumbang 60,3% Produk Domestik Bruto (PDB) dan penyerapan tenaga kerja hampir 90% (Bank Indonesia, 2019).
Kita patut bersyukur pada krisis keuangan global di 2008, Indonesia menjadi negara dengan tameng UMKM yang kuat. Negara lain banyak memuji karena kekuatan Indonesia berakar dari UMKM yang jarang tergantung dengan arus modal maupun bahan baku dari negara lain.
Namun kali ini resesi ekonomi global datang menjadi pandemi di Indonesia. Perlambatan UMKM terjadi karena turunnya mobilitas warga demi mengurangi efek penyebaran virus.
Alhasil, UMKM yang mengandalkan penghasilannya dari datangnya pembeli seperti rumah makan, hotel, konveksi, warung kopi, bengkel, pedagang kelontong, dan lain-lain harus menelan pil pahit. Meskipun pada akhirnya mereka memaklumi atas imbauan tersebut demi berkurangnya korban, sudah selayaknya negara hadir memberi proteksi ketat sebagaimana negara lain, Tiongkok contohnya.
Beragam skenario dan stimulus sudah disiapkan pemerintah demi melindungi UMKM. Salah satunya adalah peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk menunda pembayaran angsuran kredit bagi UMKM yang terdampak corona.
Secara sederhana, stimulus ini dapat memberi kelonggaran waktu terhadap UMKM. Namun, di sisi lain ini tidak cukup ampuh dalam mengurangi beban mereka. Dibutuhkan tanggung jawab yang serius.
Salah satunya yang bisa dilakukan adalah penundaan pembayaran dan restrukturisasi kredit produktif dengan bunga 0% selama masa pandemi. Subsidi bunga kredit ini dapat diberikan terhadap para pekerja informal kita maupun usaha mikro yang mengandalkan penghasilan harian. Subsidi bunga akan sangat membantu UMKM dan di saat yang sama mendorong pemulihan pasca resesi ekonomi ke depan.
Seluruh rakyat berharap badai pandemi ini segera berakhir. Sebab, semakin lama COVID-19 mewabah di Indonesia, maka semakin besar risiko resesi yang dapat menghilangkan jutaan lapagan kerja dan menambah gesekan sosial bahkan chaos. Rakyat dan pemerintah wajib turun tangan melawan pandemi tanpa saling menyalahkan satu sama lain.
Sudah saatnya kita belajar bukan hanya dari kesuksesan lockdown, tetapi juga bagaimana lockdown kian memperparah kondisi sosial dan ekonomi di India, Italia, dan Amerika. Kebijakan pemerintah diputus tidak boleh hanya mempertimbangkan aspek infrastruktur kesehatan saja, tapi kita justru abai terhadap kebutuhan hajat hidup rakyat sesuai Undang-Undang.
*) Praktisi Pasar Modal – Sedang belajar di Universitas Gadjah Mada.