PALU, SULTENG (yhd)
Akibat menulis berita terkait kebijakan sebuah Rumah Sakit Pemerintah Diparigi Moutong yang Menyita barang berharga milik pasien miskin yang berobat di rumah sakit Anutaloko Parigi, wartawan yang juga pemilik Media koranindigo.online, Gencar Djarot (39) dipidanakan oleh Mantan Direktur Rumahsakit Alutaloko , dr Nurlaela Harate.
Kronologi masalahnya berawal pada tanggal 03 Januari 2019, koranindigo.online melakukan konfirmasi kepada direktur BLUD RSUD Anuntaloko Parigi, Nurlaila Harate terkait penahanan/sita surat kepemilikan tanah milik pasien warga Desa Pelawa, Kecamatan Parigi Tengah, Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah (Sulteng), bernama Arfian Jaya (alm).
Penahanan/sita surat kepemilikan tanah tersebut disebabkan keluarga Arfian Jaya (alm) tidak mampu membayar biaya rawat inapnya di RSUD Anuntaloko Parigi sebesar Rp 3 juta lebih.
Dikarenakan Nurlela Harate sedang tidak berada di tempat, maka dilakukan konfirmasi per telepon.
Dalam konfirmasi per telepon itu, Direktur RSUD Anuntaloko Nurlela Harate menyatakan bakal sita apapun barang senilai “hutang” pasien yang tidak mampu membayar, termasuk surat kepemilikan hak tanah, sepeda motor bahkan ponsel.
Berikut back up rekaman wawancara antara koranindigo.online dengan Direktur BLUD RSUD Anuntaloko:
https://www.youtube.com/watch?v=gVCLb_oFOrE
Setelah mendapatkan pernyataan Direktur BLUD Anuntaloko, Nurlela Harate, pada 30 Januari 2019, pukul 14.46 Wita berita tersebut dilansir.
http://koranindigo.online/wp-admin/post.php?post=910&action=edit
Isu terkait penahanan/sita barang pasien miskin oleh BLUD RSUD Anuntaloko menjadi isu memicu reaksi dari masyarakat Parigi Moutong, bahkan berujung pada aksi massa mengecam kebijakan itu, dan berakhir pada hearing dilakukan oleh DPRD Kabupaten Parigi Moutong.
Dalam hearing DPRD itu, Nurlela Harate menyatakan mundur dari jabatan sebagai Direktur BLUD RSUD Anuntaloko dan pindah di Kabupaten lain.
Pada Senin, tanggal 04 Maret 2019, wartawan koranindigo.online bernama GENCAR DJAROT selaku penulis berita tersebut mendapatkan surat panggilan oleh pihak POLRES PARIGI MOUTONG akibat laporan dilakukan bekas Direktur RSUD Anuntaloko Nurlela Harate.
Laporan itu terkait dengan dugaan tindak pidana “Mendistribusikan dan atau mentransmisikan dan atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan atau dokumen elektronik yang memiliki muatan pencemaran nama baik, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 Ayat (3) Jo Pasal 27 Ayat (3) Undang-Undang No. 19 Tahun 2016 tentang perubahan Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik, dan menyusul pemanggilan lainnya, sehingga pada Tanggal 25 Juni 2019 GENCAR DJAROT dinyatakan sebagai TERSANGKA .
Tindakan Kepolisian Resor Parimo terkesan mengabaikan Undang Undang Pers No 40 Tahun 1999 serta MoU antara Dewan Pers dan Polri,serta sangat mengancam kebebasan Pers di Sulteng Khususnya serta Di Indonesia pada Umumnya.
Untuk menghadapi Tindakan diskriminatif Polres Parimo, Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Sulawesi Tengah menggandeng Lembaga Bantuan Hukum (LBH)Sulteng untuk mengadvokasi kasus ini.
Sementara itu,Oktaf Riyadi selaku Ketua Bidang Advokasi / pembelaan Wartawan di PWI Pusat mengecam keras tindakan Kepolisian Resor Parimo terkait penetapan Status tersangka Kepada Genjar Djarot, wartawan yang juga pemilik Media Koranindigo.online akibat tulisannya.
“Seharusnya Polisi mengedepankan penerapan UU Pers Terkait kasus ini,jangan ada unsur kriminalisasi dalam masalah ini,ini adalah masalah serius yang mengancam kebebasan Pers ditanah air ,kita harus bersikap ” tegas Oktav Ryadi melalui Sambungan Telepon kepada Sekertaris Pengurus SMSI Sulteng, Syahrul.
Rencananya,Tim Kuasa Hukum Gencar Djarot akan melakukan Praperadilan terhadap Polres Parimo dipengadilan Negeri Parimo atas penerapan tersangka Kliennya yang dinilai sangat Prematur.(*)