12 TAHUN DUALISME, RAU BAADIA BERSATU

367
Kesepakatan Penyatuan Lembaga Adat Kesultanan Buton (LAKB) yang Difasilitasi Pemerintah Kota Baubau. Foto: La Ode Adrian Dwi Putra // tribunbuton.com

– 50:50 Kuota Sio Limbona Untuk Memilih Sultan Buton

BAUBAU, TRIBUNBUTON.COM – Setelah 12 tahun terjadi dualisme kepemimpinan, kini Lembaga Adat Kesultanan Buton (LAKB) resmi bersatu dalam kepemimpinan tunggal yang di fasilitasi Pemerintah Kota Baubau.

Hal ini disepakati oleh para pemangku adat yang dipertemukan di Kantor Walikota Baubau pada 5 Agustus 2024, dihadiri langsung oleh Pj Walikota Baubau Muh Rasman Manafi, Asisten I Setda Kota Baubau La Ode Aswad, La Ode Raf’at selaku mediator, serta beberapa tokoh adat dan tokoh masyarakat yang turut menyaksikan.

Salah satu tokoh adat Drs H Abdul Wahid selaku Bonto Ogena (eksekutif) LAKB mengatakan, kesepakatan ini terjadi tidak lepas dari peran Pemerintah Kota Baubau sebagai fasilitator. Diketahui bersama, selama ini terdapat dua lembaga adat yang masing-masing berpusat di Rau dan Baadia.

“Jadi perlu kita pahami bersama, mulai hari ini tidak ada lagi pimpinan dualisme, tapi yang ada hanya satu yaitu Lembaga Adat Kesultanan Buton, yang bersekretariat di Kantor Walikota (Baubau) untuk sementara, sambil menunggu pemerintah menunjukkan Kantor sekretariat yang lebih tepat,” jelas Abdul Wahid.

Di tempat yang sama, pemangku adat lainnya H Masri menjelaskan, setalah menyatunya kedua lembaga adat dimaksud, selanjutnya akan dilakukan pemilihan sembilan Sio Limbona, yang kelak akan bertugas untuk menentukan tokoh yang layak menjadi Sultan Buton selanjutnya.

“Sio Limbona itu sudah kita kemas dengan sistem 50-50, karena membutuhkan sembilan orang, maka diambillah empat dari Rau, dan empat dari Baadia, Sio Limbona ke sembilan akan dipilih kemudian sesuai dengan kapasitasnya,” jelas H Masri.

Selanjutnya, Pj Walikota Baubau Muh Rasman Manafi menambahkan, pembangunan Kota Baubau juga dapat terwujud bukan hanya secara fisik, namun harus diiringi dengan pendalaman mental secara spiritual. Hal itu dimaksudkan agar kebudayaan Kesultanan Buton tetap dapat dilestarikan.

Dan diharapkannya, di masa mendatang penyatuan kedua lembaga adat dimaksud dapat menjadi sejarah bagi masyarakat Buton secara keseluruhan, yang merupakan langkah awal untuk mengembalikan nama besar Kesultanan Buton.

“Dokumentasi yang dipegang oleh rekan-rekan media semua, kehadiran para sesepuh-sesepuh kita, ini menjadi bukti sejarah bahwa generasi Buton sudah melangkah untuk bersatu mengelola adat budayanya. 10, 20 bahkan mungkin 50 tahun ke depan, ini akan menjadi sejarah bahwa kita ingin membangun adat budaya kita, mengembalikan kejayaan Kesultanan Buton,” tutupnya.(*)

Laporan: La Ode Adrian Dwi Putra