GELAR UNRAS DI MAKO POLDA, AMPERA SULTRA SEMPROT KINERJA POLRES BUTUR

514

KENDARI, TRIBUNBUTON.COM – Aliansi Mahasiswa Pemerhati Rakyat Sulawesi Tenggara (Ampera Sultra) menggelar aksi unjuk rasa (Unras)di depan Markas Kepolisian Daerah (Polda) Sultra. Senin 6 Maret 2023.

Aksi itu dipicu dugaan lambatnya dan tidak profesionalnya kinerja pihak Kepolisian khususnya Kepolisian Resor (Polres) Buton Utara dalam menegakkan supermasi hukum di wilayahnya.

Ketua Ampera Sultra, Alwin Hidayat, mengatakan Polisi dalam menjalankan tugasnya selaku aparat penegak hukum harus berlandaskan Undang-undang RI Nomor 2 Tahun 2002. Tentang Undang-undang Kepolisian Negara.

“Berdasarkan UU tersebut, yang dimaksud dengan kepolisian adalah seperti yang tertuang dalam Bab I Pasal 1 (1), yaitu Kepolisian adalah segala hal ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sedangkan ayat (2) mengatur Anggota Kepolisian Negara Indonesia adalah pegawai negeri pada Kepolisian Negara Republik Indonesia,” terang Alwin Hidayat, dalam orasinya.

Lanjutnya, peran Kepolisian dalam penegakan hukum secara jelas diatur dalam UU No 2 tahun 2002. Yaitu Pasal 2, yang menyatakan bahwa fungsi kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan Negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarkat, penegakan hukum, Perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat.

“Berdasarkan penjelasan pasal 2, fungsi Kepolisian harus memperhatikan semangat penegakan HAM, hukum dan keadilan. Pasal 5 ayat 1 UU No. 2 tahun 2002 menegaskan kembali peran Kepolisian yaitu Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan alat Negara yang berperan dalam Memelihara keamanan dan ketertiban masyarkat, menegakkan hukum, serta Memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam Rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri,” Ungkap Alwin Hidayat.

Dikatakan Alwin Hidayat, tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia diatur dalam pasal 13 yaitu memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum dan memberikan Perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat. Sesuai Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002, keberadaan Kepolisian di Indonesia membawa empat peran strategis yakni penegak hukum, pelindung, pengayom dan pembimbing masyarakat terutama dalam hal kepatuhan dan ketaatan hukum yang berlaku.

Namun yang terjadi di lingkup Polres Butur kata Alwin Hidayat, begitu berbanding terbalik dengan penanganan sejumlah kasus. Maraknya Kasus yang terjadi di kabupaten Buton Utara namun penanganan hukum seperti memandang bulu. “Kami menduga keras pihak Kepolisian Polres Butur memainkan peran untuk menerapkan hukum Lebih tajam kebawa dan tumpul keatas,” teriak Alwin Hidayat.

Dalam aksi itu, Ampera Sultra menyuarakan mosi tidak percaya dengan penegakkan hukum di wilayah Polres Buton Utara. Diduga, hukum yang berlaku lebih tajam di bawah dan tumpul di atas. Sedangkan semua pihak sudah mengetahui kinerja pihak kepolisian untuk melindungi, mengayomi dan melayani masyarakat.

“Aduan yang telah masuk di pihak kepolisian Polres Buton Utara, kami menduga tidak ada satupun kasus pejabat yang mampu memberikan efek jerah kepada oknum-oknum yang melanggar hukum. Namun ketika masyarakat biasa yang melanggar hukum, pihak Polres Butur bergerak untuk membekuk pelaku sampai tidak berkutik, dan untuk pejabat serasa hukum bagi mereka tidak berlaku,” kata Alwin Hidayat.

Alwin, mencontohkan aduan yang telah masuk seperti dugaan pencabulan yang dilakukan oknum dokter gigi. Dimana sudah terbukti sebagai tersangka namun hingga kini tidak dilakukan penahanan. Selain itu juga, adanya dugaan pembiaran terhadap kegiatan judi sabung ayam, adanya oknum anggota Polisi yang masuk di tempat hiburan malam, dugaan tindak pidana korupsi jalan setapak di tangkeno sarae’a, dugaan pemalsuan dokumen RTH pasar Mina-Minanga.

“Ada juga penangkapan masyarakat/ASN di Waode Buri yang bermain judi dan diduga di 86 kan dengan nominal Rp 70 juta. Dugaan adanya kongkalikong pihak Kepolisian dengan pihak SPBU Kraton dalam penjualan BBM pertamax yang isinya adalah pertalite (hasil uji lab tidak di publikasikan), dugaan kasus pencabulan (predator anak) selalu selesai dengan penangguhan tanpa ada efek jerah,”

“Dugaan penjualan paket pekerjaan yang dilakukan inisial “N” fraksi demokrat, dugaan kekerasan yang di lakukan oleh inisial “MZ” anggota DPRD fraksi Partai Demokrat, dugaan adanya pelanggaran terkait pelabuhan bangkudu, PPK, Kontraktor, Pejabat pemberi persetujuan lingkungan sebab pembangunan tersebut di duga tidak memiliki amdal, dugaan tindak pidana korupsi dana desa tahun 2020 yang di lakukan mantan PJ Kepala Desa Lae’a Kecamatan Wakorumba utara. Dugaan adanya pemukulan yang di lakukan oknum kepolisian pada saat pertandingan bola loji perayaan HUT RI-77 dan masih banyak lagi,” Alwin Hidayat, membeberkan.

Dengan sejumlah dugaan kelambatan dan tidak profesionalnya pihak Polres Butur dalam menegakan supermasi hukum. Ampera Sultra mendesak Polda Sultra Bidang Propam untuk turun mengevaluasi kinerja Polres Buton Utara. Yang dinilai gagal menegakan supremasi hukum secara murni dan konsekuen.

“Kami meminta Bidang Propam Polda Sultra untuk mencopot Kapolres Buton Utara yang diduga telah melakukan pembiaran dan gagal menjalankan tugas sebagai pimpinan. Dan meminta Bidang Propam untuk melakukan pemecatan tidak terhormat kepada oknum-oknum Kepolisian yang memanfaatkan kekuasaan/jabatan untuk meraup untung dari masyarakat yang terjerat hukum,” pinta Alwin Hidayat.
(Tribunbuton.com/Asm)