Lantunan syair adat atau mborira oleh dua orang Ngkaole melakukan lilia melewati kampung menuju kediaman parabela dan moji. Kedua orang ini bertugas menjemput istri parabela dan istri moji ke baruga.
Mborira dinyanyikan sepanjang perjalanannya dari baruga hingga kembali. Ngkaole diikuti banyak wanita yang terdiri dari ibu-ibu dan para gadis menenteng kado yang berisi hadiah.
Ngkaole melambangkan dua leleki yang membuat lubang tanah yang disebut picika dan perempuan memasukkan bibit dan menimbunnya diiringi lagu kabanci lambaebae. Sebelum naik ke baruga, Ngkaole dan para wanita mengelilingi baruga sebanyak tiga kali.
Mengelilingi baruga mengandung simbol menanam padi atau jagung. Syair mborira tetap dilantunkan hingga naik ke baruga.
Para wanita naik ke atas baruga dan mengambil posisi duduk di hadapan talang yang telah ada para pria yang terdiri dari tokoh adat, masyarakat, dan tamu. Ini adalah satu rangkaianpara wanita meletakkan kado di atas talang dan dibalas oleh para laki-laki dengan memberi uang yang dimasukkan ke dalam sapu tangan.
Kado berarti ungkapan syukuran atas rezeki yang diberikan Allah SWT dengan hasil panen yang berlimpah dan saling memberi hasil antara masyarakat Adat Bonto Lantongau. Sebelum para wanita dijemput dan naik ke Baruga, terlebih dahulu dilakukan makan bersama.
Puluhan talang atau kapopore dinaikkan ke baruga yang di dalamnya berisi makanan berisi empat macam berupa ketupat bucu, ganda, kukudu, dan randa. Sebelum makan bersama sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah, terlebih dahulu dilakukan sumpah yang disebut batata pandai.
Sumpah dilakukan oleh Parabela dan Ompu Liwu. YUHANDRI HARDIMAN