MERAWAT WARISAN BUDAYA, PO-5 MENGGEMA

1826

PARIWARA

SEBAGAI pusat eks Kesultanan Buton, Kota Baubau memang menyimpan segudang peninggalan sejarah. Mulai dari situs cagar budaya, adat istiadat hingga nilai-nilai luhur para pendahulu.

Salah satunya benteng keraton Buton. Benteng yang mulai dibangun pada masa pemerintahan La Sangaji ke-III dari 1591-1597 dan selesai dibangun pada masa pemerintahan La Buke Gafarul Wadudu (1632–1645) ini telah didaulat sebagai benteng terluas didunia.

“Panjangnya 2.740 meter dengan luas lebih dari 23 hektar,” urai Dr AS Tamrin saat memaparkan presentasi anugerah kebudayaan PWI Pusat dihadapan dewan juri yang terdiri dari Nungki Kusumastuti, Agus Dermawan T, Ninok Leksono, dan Yusuf Susilo Hartono di kantor PWI Pusat, Jakarta, Kamis 9 Januari 2020 lalu.

“Kita saat ini juga tengah berjuang agar benteng keraton Buton bisa menjadi salah satu situs warisan dunia. Ini menjadi target kedepan agar gema peninggalan luar biasa ini semakin dikenal masyarakat luas,” katanya.

Selain itu, berbagai event budaya juga turut dihelat. Event budaya dapat digunakan sebagai ajang promosi keragaman budaya mulai dari melestarikan pakaian adat, situs budaya, hingga eksistensi ritual adat yang sudah sejak lama dipertahankan leluhur hingga saat ini.

“Kesemuanya untuk membangkitkan dan menggunggah masyarakat Baubau untuk bersama mempertahankan keragaman budaya yang dimiliki. Event ini juga akan berimplikasi dengan kesejahteraan ekonomi masyarakat utamanya para pengrajin, seperti tenunan, pakaian adat, serta pelaku ekonomi tradisional lainnya,” katanya.

Kata dia, budaya Polima memuat lima nilai dasar kehidupan dalam bermasyarakat. Diantaranya, Poma-masiaka (Saling menyangangi), Popia-piara (Saling menjaga), Pomae-maeaka (Saling menanggung rasa malu), dan Poangka-angkataka (Saling menghormati).

Keempat nilai dasar ini lalu diikat oleh falsafah Pobinci-binciki Kuli (Arti harafiah saling mencubit) sebagai kausa prima. Pobinci-binciki kuli dapat dimaknai sebagai suatu perbuatan agar dipikirkan terlebih dahulu supaya tak menyakiti orang lain.

“Nilai-nilai ini saya sudah tuangkan dalam tulisan atau buku berjudul Polima, Gema Pancasila dari Baubau. Polima ini sebagai kristalisasi nilai Pancasila agar masyarakat bisa hidup secara rukun, aman dan damai,” katanya.

 

Dipuji PWI Pusat, AS Tamrin Bangun Baubau Berlandaskan Nilai Luhur Budaya

KEEMPAT pilar berjalan paralel, saling mendukung dan saling terkait. Pembangunan juga tentunya harus sesuai dengan potensi daerah.

“Kita tidak boleh membangun ekonomi tapi ancaman lingkungan hidup besar. Tidak boleh, harus sejalan. Tidak boleh membangun infrastruktur tapi mengorbankan budaya, itu juga tidak boleh, harus paralel,” katanya.

Agar kesemuanya paralel dan saling menguatkan maka nilai budaya menjadi inti. Pembangunan moral manusia sebagai pelaku pembangunan adalah hal mendasar yang perlu diperhatikan.

“Harus membangun moral dulu, manusianya. Bagaimana caranya?, dengan menanamkan nilai-nilai luhur budaya Polima. Itu kunci semua pembangunan,” katanya.

Ia percaya dengan moral yang baik maka pembangunan daerah akan baik. Tentunya akan berdampak kepada kesejahteraan masyarakat.

“Bila moral sudah rusak, maka membangun apapun tidak akan mendatangkan kemudaratan atau manfaat kepada masyarakat,” katanya.

“Pembangunan ini khan bersifat never ending proces, tidak pernah selesai. Makanya kita harus membangun dengan menjaga sumber daya dengan tidak mengeksploitasi dengan membabi buta yang akhirnya menimbulkan bencana,” katanya.

Ia mengatakan di Baubau juga memiliki mineral tambang yang bisa dimanfaatkan. Namun mineral itu lebih baik dijadikan harta karun daripada menimbulkan bencana kepada masyarakat.

“Banyak sumber daya seperti nikel dan aspal. Tapi kita fokus dulu untuk pembangunan sarana dan prasarana seperti bandara, pelabuhan, jalan dan sarana perhotelan,” katanya.

“Mulai dari pelayanan yang mudah, murah, gampang dan transparan. Dengan begitu investor yang akan menanamkan modal akan tertarik,” katanya.

Agar menarik minat investor, maka kondusifitas dan keamanan daerah harus dijaga. Nilai Polima hadir sebagai perekat dalam masyarakat agar keamananan dan ketertiban daerah bisa terjaga.

“Dan harus ada kepastian hukum dan itu lahir dari komitmen pemerintah. Kita sementara menyederhanakan aturan agar perizinan tak bertele-tele. Kita potong jalur birokrasi agar bisa memberikan pelayanan prima untuk mendatangkan investasi ke daerah,” katanya.

“Jika nilai ini sudah mendarah daging, saya yakin pembangunan daerah akan berjalan dengan pesat,” katanya.

 

Kurikulum Polima, Kristalisasi Pancasila Menuju Revolusi Mental

NILAI Polima sebagai kristalisasi Pancasila diyakini berbanding lurus dengan program “Revolusi Mental” yang digaungkan Presiden RI, Joko Widodo. Tak heran bila Wali Kota Baubau, Dr AS Tamrin menuangkan nilai budaya Polima ini dalam kurikulum pendidikan di daerah.

Kurikulum itu masuk dalam muatan lokal di Sekolah Dasar (SD) di Kota Baubau. Budaya Polima diajarkan sejak dini dan disajikan bentuk buku kurikulum agar generasi muda mendatang tumbuh dengan karakter moral yang kuat.

“Itulah awal pemikiran kita. Jadi gema Polima ini lahir dari kegalauan akibat tergerusnya kepercayaan masyarakat kepada pemimpin akibat globalisasi. Sehingga lahir sifat individualistis dan kebebasan yang tak terkendali,” katanya.

Kata dia, nilai budaya Polima sangat mendasar bagi kehidupan bermasyarakat. Nilai ini dapat dijadikan dasar dalam hal menciptakan suasana kedamaian dan harmoni membangun daerah dan bangsa.

“Kita akan membentuk tim pengkaji kebudayaan dibidang pembangun. Tim akan bertugas mengurai butir-butir dalam nilai luhur Polima,” katanya.

“Misal dalam Pancasila sila pertama, itu ada butir yang menjelaskan bagaimana implementasinya. Nah, dalam Polima juga akan kita tuangkan butir itu. Contoh Poma-masiaka. Bagaimana butirnya dalam implementasi dalam masyarakat, sehingga nilai ini benar-benar menyentuh dan bisa mendarah daging sehingga kita benar-benar saling menyayangi,” tambahnya.

Dengan landasan Polima sebagai kristalisasi Pancasila ini, orang nomor satu di Baubau berharap besar bisa menguatkan karakter dan moral anak bangsa dari kemerosotan mental selaras dengan Revolusi Mental yang digaungkan Presiden RI, Joko Widodo. Khususnya di Baubau dan masyarakat Indonesia pada umumnya. (*)

TRIBUNBUTON tribunbuton.com