PILKADA SERENTAK 2020 UNTUK MASA JABATAN 4 TAHUN

1140
FGD yang diselenggarakan Kemendagri di Kota Surabaya. FOTO istimewa

SURABAYA – TRIBUN BUTON (Duriani)

Pelaksana Tugas Dirjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Drs Akmal Malik MSi, mengingatkan sesuai regulasi yang berlaku saat ini. Pilkada Serentak 2020 akan menghasilkan Kepala Daerah dengan masa jabatan maksimal 4 tahun. Bahkan, ada juga yang kurang dari itu yakni sekitar 3,5 tahun.

Dalam press release Kapuspen Kemendagri, Bahtiar, melalui Group WhatsApp Kemendagri Rabu (21/8/2019). Hal ini terkait dengan kebijakan Pilkada Serentak yang akan dilaksanakan Tahun 2024 bersamaan dengan Pemilihan Presiden dan Pemilu Legislatif.

“Masa jabatan yang relatif singkat ini perlu disosialisasikan agar dilakukan berbagai antisipasi sehingga tidak muncul masalah di masa mendatang,” kata Bahtiar mengutip pernyataan Akmal Malik, saat acara Focus Group Discussion (FGD) tentang Regulasi Pilkada Serentak Tahun 2020 dan Pemilu Serentak 2024 di Hotel Grand Dafam Signature, Surabaya, Selasa (20/8/2019).

Dengan masa jabatan tersebut lanjut Bahtiar, Kemendagri sudah harus mengantisipasi sejak awal tentang kemungkinan pengisian jabatan dimasa transisi. sedangkan untuk para kepala daerah yang masa jabatannya tidak penuh tersebut, sesuai UU Nomor 10 Tahun 2016, akan diberikan ganti rugi gaji.

Selain itu juga, Pilkada serentak pada tahun 2020 mendatang direncanakan berlangsung pada 23 September 2020. Sebanyak 270 daerah yang akan menyelenggarakan pemilihan. Terdiri dari 9 pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, 224 pemilihan Bupati dan Wakil Bupati, serta 37 Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota.

Akmal, melalui press release itu menjelaskan dalam perjalanannya, UU Nomor 10 Tahun 2016 memang ada hal-hal yang belum sempurna. Namun yang pasti sampai saat ini pemerintah masih merujuk pada UU Nomor 10 Tahun 2016, tentang pemilihan Gubernur, Bupati/Walikota secara langsung.

“Soal masa jabatan hanya empat tahun ataupun kurang dari empat tahun ini, merupakan konsekuensi yang harus ditanggung bersama karena regulasi yang berlaku memang seperti itu,” timpalnya.

Saat ini, kata Akmal, dalam press release itu pihaknya sedang melakukan kajian diberbagai daerah demi perbaikan regulasi. Namun merujuk pada aturan yang berlaku, Kemendagri menyiapkan berbagai langkah kebijakan terkait Pilkada Serentak.

Kemendagri mencatat, ada berbagai masalah aktual yang sering terjadi dalam Pilkada. Diantaranya mahalnya ongkos seorang kandidat, dana Pilkada yang besar sehingga menggerus APBD, pecah kongsi antara kepala daerah dan wakil kepala daerah, politisasi birokrasi, politik dinasti, calon tunggal yang memborong dukungan partai politik, sampai masalah eks napi yang bisa ikut Pilkada.

Terkait berbagai hal tersebut, Kemendagri sudah memiliki tujuh kebijakan yang akan dilakukan dalam mendukung Pilkada serentak. Tiga diantaranya adalah penyiapan DP4, dukungan peningkatan partisipasi pemilih, serta penguatan regulasi dan koordinasi dengan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN RB) serta Badan Kepegawaian Negara (BKN) dalam menegakkan netralitas ASN.

Untuk mendalami berbagai hal yang timbul, Akmal mengaku pihaknya terus menggelar FGD di berbagai daerah agar bisa didapatkan berbagai penyempurnaan pelaksanaan Pilkada Serentak dan kemungkinkan perubahan regulasi.

Setelah melaksanakan FGD di Padang awal Agustus 2019 lalu, pada Selasa (20/8/2019) Ditjen Otonomi Daerah Kemendagri telah melaksanakan FGD di Surabaya.

Adapun narasumber dalam FGD kali ini adalah Prof DR H Djohermansyah Djohan MA (Guru Besar IPDN/Mantan Dirjen Otda Kemendagri), Prof DR Juanda SH (Dosen IPDN), DR Hermawan (Dosen Universitas Brawijaya Malang), Leo Agustino Ph.D (Dosen Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Banten), DR Haryadi M.Si (Dosen Universitas Airlangga Surabaya). (*)