BAUBAU, TRIBUNBUTON.COM – Komunitas Latalombo Baubau sukses menggelar Bedah Buku, bertempat di Kampus Universitas Muslim Buton (UMU) Kota Baubau, Sulawesi Tenggara (Sultra). Senin 13 Oktober 2025.
Buku dimaksud yakni Buku Esaiklopedia Lancau Wolio, merupakan karya dari empat orang peneliti lokal di Kota Baubau.
Komunitas Latalombo dalam buku itu memberikan penjelasan tentang kisah-kisah warga yang dirangkum dalam buku Esaiklopedia Lancau Wolio yang sudah diterbitkan sejak 1 Oktober 2025 di kafe Sija, Kelurahan Lamangga, pukul 16.00 wita, Kota Baubau.
Tentang Lancau Wolio merupakan sebuah filosofi orang Buton yang seringkali dipahami secara sempit. Kebanyakan orang menganggap Lancau Wolio sebagai ramuan obat yang direbus untuk pengobatan. Pandangan ini tidak sepenuhnya salah, tetapi pandangan seperti itu terlalu sempit.
Lancau Wolio merupakan cara pengobatan dan juga sebagai konsep hidup orang Buton. Sebuah ilmu pengetahuan yang mengikat hubungan manusia, alam dan dunia tak kasat mata.
Bagi orang Buton yang khususnya hidup di balik hutan dan pesisir, Lancau tidak bisa dilepaskan dari cara melihat kehidupan. Daun yang dipetik bukan sekadar benda mati, namun dipercaya memiliki jiwa. Air rebusan tidak hanya berfungsi menyembuhkan, tetapi juga menyalurkan doa-doa.
Dunia modern memandang Lancau Wolio suatu hal yang kuno atau primitif. Faktanya dibalik itu ada kisah kolektif yang menyelamatkan orang sakit, lapar bahkan rasa takut. Lancau Wolio juga merupakan hal menjaga hutan dari eksploitasi secara ugal-ugalan yang juga mempengaruhi peradaban di kota seperti air terkontaminasi bahan kimia maupun limbah plastik.
Sherly Mulyana Hasan, salah satu penulis buku itu mengungkapkan tim Latalombo bukan sekadar riset dengan metode yang kaku seperti pada umumnya. Serpihan pengetahuan dikumpul dibeberapa Kelurahan seperti Waborobo, Lamangga, Wajo, Melai, Bukit Wilayah Indah dan Baadia.

“Buku ini dilakukan dengan penelitian yang sangat terhubung langsung dengan warga untuk selalu merawat ingatan. Bukan hanya sekadar meneliti tentang pengobatan, tetapi juga tentang relasi kuasa, karena pengetahuan warga sering tersingkir oleh bahasa ilmiah yang dianggap lebih sahih. Buku ini bukan hanya sebagai arsip, tetapi juga sebagai pandangan hidup,” ujar Sherly yang juga merupakan mahasiswi UMU.
Sementara itu Dekan Fakultas Ilmu Pemerintahan dan Hukum di kampus UMU, Darmin Hasirun, S.Sos.MSi, sangat mengapresiasi tindakan anak muda yang terus menggali kearifan lokal khususnya di pulau Buton.
“Para penulis melakukan secara etnografi, nah pihak kampus atau akademisi harus melihat secara ilmiah, karena akademisi juga ada kajian-kajian secara sosiologinya maupun kajian kebijakan pemerintah untuk mengapresiasi dalam melestarikan Lancau Wolio,” ucapnya.
“Kami sangat berharap akademisi, para peneliti dan pemerintah harus berupaya berkolaborasi dalam upaya melestarikan kearifan lokal,” sambungnya ketika ditemui Tribunbuton.com usai bedah buku di aula kampus UMU.
Untuk diketahui, acara bedah buku dihadiri oleh Ketua UPM Fakultas, Ketua Program Studi APD, Ketua Program Studi Peradilan Pidana, Sekretaris Prodi APD, Sekretaris Prodi Peradilan Pidana, Dosen Prodi APD, Dosen Peradilan Pidana, dan puluhan mahasiswa-mahasiswi.
Peliput: Ali Hanafi









