WAKATOBI, TRIBUNBUTON.COM – Pengelola Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Wakatobi diduga melakukan pungutan liar (pungli) terhadap dana bantuan Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah bagi sejumlah mahasiswa.
Dari rekaman pernyataan beberapa mahasiswa penerima bantuan itu yang didapat wartawan Tribunbuton.com. Setiap mahasiswa penerima bantuan itu dimintai untuk menyetor ke pihak pengelola kampus sebesar Rp 2,6 juta.
Dari rekaman itu, beberapa orang mahasiswa penerima KIP mengeluhkan adanya permintaan yang tidak jelas peruntukannya tersebut.
Menurut mahasiswa dalam rekaman itu. Dana KIP yang seharusnya diterima utuh untuk biaya hidup dan kuliah, justru berkurang signifikan saat dimintai harus menyetor sejumlah uang.
“Kami menerima dana yang masuk ke rekening. Namun setelah itu, pihak kampus meminta sebagian dana tersebut dengan alasan untuk biaya aneh-aneh,” ujar salah satu mahasiswa dalam rekaman itu.
“Nominalnya sama Rp 2,6 juta per orang. Kami tidak pernah menerima rincian penggunaan dana tersebut secara transparan,” bebernya.
Perwakilan mahasiswa penerima KIP itu merasa terintimidasi dan terancam jika pungutan dana bantuan tersebut terendus di publik.
“Jadi kami takut bersuara padahal banyak yang mau berontak tapi takut kuliahnya tidak selesai karena dapat ancaman,” tambahnya.
Ketua STAI Wakatobi, Dr Surudin, dan pihak pengelola kampus saat hendak dikonfirmasi di kantornya, Jumat 22 Agustus 2025 sedang tidak berada di tempat. Media ini mencoba menghubungi via nomor WhatsApp.
Nanti setelah Sabtu 23 Agustus 2025 baru memberikan klarifikasi via nomor WhatsApp. “Nanti tanya di kampus sama mahasiswa penerima KIP dan baca juga juknis KIP. Tanya tuntas secara profesional ya terimakasih infonya wassalam Ketua STAI Wakatobi,” tulis Ketua STAI Wakatobi, Dr Surudin.
Untuk diketahui, program KIP Kuliah dari pemerintah ditujukan untuk membantu mahasiswa dari keluarga kurang mampu agar dapat melanjutkan pendidikan tinggi. Dana tersebut mencakup biaya kuliah dan bantuan biaya hidup yang seharusnya diterima utuh oleh mahasiswa.
Di sisi lain, mahasiswa berharap pihak kampus dapat memberikan penjelasan yang rinci dan transparan mengenai rincian biaya tersebut. Jika masalah ini tidak dapat diselesaikan secara internal, mereka berencana untuk melaporkan dugaan ini kepada pihak Kementerian Agama atau lembaga terkait lainnya untuk mendapatkan keadilan. (Adm)









