
Muniarty M Ridwan Gelar Sosialisasi Perda Perlindungan Anak dan Perempuan
BUTUR, TRIBUNBUTON.COM – Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Fraksi Partai Amanat Nasional Muniarty M Ridwan gelar Sosialisasi Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) Nomor 4 tahun 2018 tentang Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan, di Aula Kantor Desa Labelete, Selasa, 7 Desember 2021.
Menurutnya, tingginya kasus pencabulan dan tindak kekerasan seksual yang marak di Butur dipandang perlu diperkenalkan aturan hukum tentang perlindungan perempuan dan perlindungan anak kepada masyarakat. Kendati telah dibentuk undang-undang Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak, faktanya aduan terkait kasus kekerasan seksual pun semakin meningkat. Hal tersebut membuat penyebab yang harus diselesaikan bukan hanya dari segi hukum saja. Melainkan dari lingkup terdekat seperti pengawasan dan juga kewaspadaan.
“Ini jadi program prioritas karena maraknya kasus pencabulan, KDRT, dan anak korban kekerasan. Saya akan menggandeng instansi terkait, yakni Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan anak (DP3A), Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan dan Badan Kesatuan Bangsa dan Politik, TNI/Polri untuk mensosialisasikan Perda ini pada 6 kecamatan di tahun 2022 mendatang,” jelasnya.
Pemateri sosialisasi perlindungan perempuan dan anak korban kekerasan Sartia Yusran menyampaikan, ada beberapa faktor yang melatar belakangi tindak kekerasan seksual. Indonesia menjadi negara yang tertinggi angka kekerasan seksualnya. Sementara Sulawesi Tenggara (Sultra) menjadi salah provinsi yang paling tinggi angka kasus kekerasan seksualnya.
“Sultra rangking 3 kasus kekerasan seksual di Indonesia. Data bulan Januari – Desember 2020 sebanyak 240 kasus tersebar di 17 Kabupaten/Kota yang ada di Sultra. Sementara Butur menjadi penyumbang tertinggi kasus kekerasan seksual dan pencabulan anak dibawah umur. Data bulan Januari – Juni 2021 ada 7 kasus di Butur yang viral di tingkat nasional sesuai data survey yang tercatat pada aplikasi “Simphony”,” jelasnya.
Satu contoh kasus di Butur yang viral di jagat maya bahkan dunia internasional yakni ” Salah Satu Pejabat Melakukan Pencabulan Anak di Bawah Umur,” kata Sarti panggilan akrabnya.
Ia berharap, pemerintah daerah mencanangkan program pemberdayaan perempuan sesuai dan tepat sasaran. Pasalnya korban kekerasan berdasarkan kelompok usia 0 – 5 tahun, usia 6 – 12 tahun dan yang paling tinggi kasusnya adalah usia 13 – 18 tahun yang dialami oleh perempuan.
“Sosialisasi ini jangan hanya diikuti oleh perempuan tetapi kaum laki-laki wajib diikutsertakan. Karena pelaku kekerasan perempuan itu kebanyakan laki-laki. Data menyebutkan usia 17 tahun kebawah sampai kelompok usia 60 tahun ke atas kebanyakan laki-laki. Sementara pelaku kekerasan anak mayoritas dilakukan oleh orang tua kandungnya,” tutupnya. (m1)






