JAKARTA, TRIBUNBUTON.COM – Sebanyak 185 orang yang terlibat dalam kasus mafia tanah telah ditangkap Satuan Tugas (Satgas) Pemberantasan Mafia Tanah yang dibentuk Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN).
“Dari 107 target oerasi, Satgas Pemberantasan Mafia Tanah telah menyelesaikan 90 kasus. Dari kasus itu, tim Satgas telah menetapkan 185 orang tersangka mafia tanah,” ungkap Menteri ATR/BPN, Nusron Wahid. Rabu 3 Desember 2025.
Menteri ATR/BPN mengatakan penyelesaian 90 kasus mafia tanah telah menyelamatkan aset tanah sebanyak 14.315 hektare bidang tanah. Penanganan kasus ini turut menyelamatkan uang negara hingga Rp 23,3 triliun.
“Kita berhasil menyelamatkan aset tanah sebanyak 14.315 hektare. Kalau dievaluasi tanah tersebut berdasarkan simetri dan nilai tanah, nilai yang diamankan sebanyak Rp 23,3 triliun, kalau merujuk angka yang ditetapkan berdasarkan simetri,” kata Nusron Wahid.
Permasalahan mafia tanah lanjut Nusron Wahid, telah meresahkan banyak masyarakat. Sebab, sindikat mafia tanah sudah mengakar dari tingkat desa hingga ke sejumlah kota-kota besar di tanah Air.
“Kalau mafia tanah merajalela, saya pernah mengatakan, mau sampai kiamat tinggal dua hari pun mafia tanah tidak akan bisa diatasi, karena begini terus kondisinya,” ujar Nusron.
Nusron Wahid menilai sistem hukum pertanahan di Indonesia saat ini masih lemah, terutama pada sistem pertanggungjawaban untuk pembuktian pembiayaan yang masih tergantung dari dokumen historis.
“Di mana dokumen historis itu kadang-kadang bersumber dengan sumber lisan atau riwayat tanah atau perawi-perawi tanah di tingkat desa,” ujarnya.
Terkait sisa target operasi mafia tanah yang belum diberantas, Nusron Wahid berjanji akan menyelesaikan seluruh mafia tanah sampai akhir tahun ini. “(Sisa mafia tanah apakah bisa dikejar tahun ini?) Ya Insya Allah tahun ini semualah (dituntaskan),” imbuh Nusron.
Nusron Wahid, menyebut jumlah mafia tanah bisa terus bertambah di kemudian hari. Ia menyebut faktor utamanya karena sertifikat tanah yang terbit tahun 1961-1997 tidak diperbarui.
“Kami menganggap bahwa potensi mafia tanah ini masih akan bertambah. Kenapa? Karena selama KW456 yaitu sertifikat tanah yang terbit tahun 1961-1997 masih belum teratasi akan menimbulkan konflik,” ungkapnya.
Nusron menambahkan pemilik tanah yang masih memegang sertifikat 1967-1991 sangat rentan menjadi sasaran objek mafia tanah. Sebab, tanah tersebut belum terdaftar secara resmi di situs BHUMI milik Kementerian ATR/BPN.
“Ini pasti akan menimbulkan konflik dan sasaran obyek mafia tanah karena tanah tersebut di dalam data BHUMI, kalau didata oleh teman-teman ATR/BPN tanahnya belum terdaftar,” pungkasnya. (adm)









