Wakil Gubernur Sultra Hadiri Rakernis Nasional, Penataan Ruang Laut Kunci Ekonomi Biru dan Ketahanan Pangan Indonesia

273

JAKARTA, TRIBUNBUTON.COM – Wakil Gubernur Sulawesi Tenggara (Wagub Sultra), Ir Hugua, menghadiri Rapat Kerja Teknis (Rakernis) Direktorat Jenderal Penataan Ruang Laut. Kegiatan yang mengusung tema Tata Ruang Laut Untuk Ekonomi Biru Menuju Indonesia Emas itu berlangsung di Hotel Borobudur, Jakarta. Selasa, 15 Juli 2025.

Menteri Kelautan dan Perikanan RI, Sakti Wahyu Trenggono, menyampaikan pandangannya mengenai kepanikan yang berlebihan terhadap dampak perubahan iklim. Ia menegaskan, meskipun perubahan iklim membawa tantangan, kepala daerah sebetulnya memiliki potensi besar dalam mengelola iklim dengan baik.

“Ini bukan berarti tidak menghasilkan atau mendatangkan nilai ekonomi, tetapi sebetulnya dapat menciptakan nilai ekonomi yang tinggi,” ujar Menteri Kelautan dan Perikanan.

Pandangan ini menggaris bawahi pentingnya adaptasi dan inovasi menghadapi tantangan lingkungan, mengubahnya menjadi peluang ekonomi, khususnya di sektor kelautan dan perikanan yang menjadi tulang punggung perekonomian banyak wilayah pesisir. Pesan ini resonate kuat dengan visi pembangunan di provinsi kepulauan seperti Sulawesi Tenggara.

Fondasi Pembangunan Merata: Integrasi Tata Ruang dan Kebijakan Nasional

Sesi pemaparan dari Deputi Bidang Koordinasi Pemerataan Pembangunan Wilayah, Agraria, dan Tata Ruang menjelaskan bahwa kebijakan pemerataan pembangunan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dilandasi oleh Perpres 139/2024. Regulasi ini bertujuan untuk mensinkronkan dan mengoordinasikan pembangunan infrastruktur dan kewilayahan antar kementerian terkait, termasuk Kementerian ATR & BPN, Pekerjaan Umum, Perumahan & Kawasan Permukiman, Transmigrasi, dan Perhubungan.

Konsep Satu Penataan Ruang (One Spatial Planning Policy – OSPP) diperkenalkan sebagai upaya mengharmonisasikan ruang secara terintegrasi, mencakup darat, udara, laut, dan bawah bumi. Prinsip-prinsip OSPP menekankan kesetaraan nilai ruang, keterhubungan fungsi, kehati-hatian, keberlanjutan, kepastian hukum, dan harmonisasi lintas sektor.

RTRWN (Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional) secara filosofis adalah pedoman penataan ruang yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan, didukung dasar hukum yang kuat (UU 5/1960, UU 26/2007, UU 32/2014, PP 21/2021). Begitu pula dengan RDTR (Rencana Detail Tata Ruang) yang menjadi alat vital merinci tata ruang pada skala lebih detail, mempermudah pemanfaatan ruang dan mengurangi konflik lahan.

Selain itu juga, Pemerintah berencana menjawab tantangan ini melalui Kebijakan Pembangunan Nasional (RPJPN 2025-2045) dengan visi “NKRI yang Bersatu, Berdaulat, Maju, dan Berkelanjutan” dan “Trisula Pembangunan” yang menargetkan pertumbuhan ekonomi 8%, penurunan kemiskinan, dan peningkatan kepemimpinan internasional.

RPJMN 2025-2029 menetapkan 7 Prioritas Nasional, termasuk ketahanan pangan, energi, dan air, serta pengembangan industri maritim, pariwisata, dan ekonomi kreatif. Kebijakan agraria juga difokuskan pada penataan dan legalitas akses tanah di pesisir, reforma agraria berbasis kepulauan, serta perlindungan hak kolektif masyarakat adat, yang relevan bagi banyak komunitas

Ekonomi Biru dan Digitalisasi: Masa Depan Penataan Ruang Laut

Direktur Jenderal Penataan Ruang Laut, Kartika Listriana, menggarisbawahi pentingnya sinergi dan integrasi program prioritas ekonomi biru dalam RTRWN 2025-2045. Penyelenggaraan penataan ruang laut didasarkan pada empat pilar: Perencanaan, Pemanfaatan, Pengendalian, dan Pembinaan. Tujuannya adalah mencapai “Triple Win” (Sosial, Ekonomi, Lingkungan) yang meningkatkan kesejahteraan, kepastian hukum investasi, dan pelestarian keanekaragaman hayati.

Isu-isu strategis seperti sinkronisasi muatan RTRL ke dalam RTRW Provinsi, fragmentasi kebijakan, dan ketidaksesuaian batas wilayah laut antar daerah menjadi pekerjaan rumah yang serius. Sebagai terobosan, digitalisasi penataan ruang laut melalui Ocean Monitoring System yang memanfaatkan Big Data, AI, dan GIS diharapkan mampu mendukung efektivitas pengelolaan dan perizinan. Target PNBP dari penyelenggaraan KKPRL (Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut) juga menunjukkan potensi ekonomi yang besar dari pemanfaatan ruang laut.

Peran Daerah dan Sinkronisasi Rencana Pembangunan

Ir. Edison Siagian, ME, Direktur Sinkronisasi Urusan Pemerintah Daerah I Ditjen Bina Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri, memaparkan peran krusial Kemendagri dalam mengawal penyelenggaraan penataan ruang daerah. Beliau menekankan bahwa Raperda RTRW harus dievaluasi secara ketat untuk memastikan kesesuaian dengan peraturan lebih tinggi dan mengakomodasi kepentingan umum.

Data dari Kemendagri menunjukkan masih adanya kendala di tingkat provinsi dan kabupaten/kota terkait penyelesaian RTRW, seperti permasalahan batas administrasi wilayah dan tumpang tindih hak atas tanah dengan kawasan hutan. Menanggapi hal ini, Kemendagri telah mengeluarkan arahan percepatan penyusunan dan penetapan RTRW dan RDTR, dengan target penyelesaian pada tahun 2025. Yang terpenting, dokumen perencanaan pembangunan daerah (RPJPD dan RPJMD) pasca-Pilkada Serentak 2024 harus selaras dengan RTRW, memastikan bahwa pembangunan di daerah sejalan dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan.

Ketahanan Pangan dan Potensi “Blue Food”
Dandy Satrya Iswara, Deputi Bidang Sumber Daya Maritim Kemenko Bidang Pangan RI, menyoroti peran vital penataan ruang laut dalam mendukung swasembada pangan nasional. Dengan proyeksi populasi global yang terus meningkat, penataan ruang darat, laut, dan udara menjadi krusial untuk ketahanan pangan. Konsep “Blue Food” – pangan yang bersumber dari perairan tawar dan laut – menjadi kunci dalam mencapai SDGs, meningkatkan nutrisi, dan mendukung keberlanjutan.

Instrumen penataan ruang laut akan dimanfaatkan untuk alokasi ruang perikanan budidaya, pemanfaatan sumber daya ikan yang ramah lingkungan, perlindungan ekosistem laut (mangrove, terumbu karang), dan pengendalian pencemaran. Meskipun masih ada ketidaksesuaian antara luas lahan tambak dan RTRW, potensi besar pada budidaya rumput laut disorot sebagai terobosan produk dengan pasar global yang luas, menawarkan peluang signifikan bagi wilayah pesisir seperti Sulawesi Tenggara.

Visi Indonesia Emas 2045: Pembangunan Berkelanjutan Berbasis Ruang

Penutup dari Leonardo Adypurnama Alias Teguh Sambodo, Deputi Bidang Pangan, Sumber Daya Alam, dan Lingkungan Hidup Kementerian PPN/Bappenas, mengukuhkan bahwa RPJPN 2025-2045 adalah rujukan utama pembangunan jangka panjang nasional, disusun untuk merespons tantangan global yang kompleks. Visi Indonesia Emas 2045, yaitu “NKRI yang Bersatu, Berdaulat, Maju, dan Berkelanjutan”, akan dicapai melalui delapan misi pembangunan, termasuk transformasi sosial, ekonomi, dan tata kelola, serta pembangunan kewilayahan merata.

Integrasi tata ruang darat dan laut sangat penting untuk keberlanjutan, dan pembangunan ekonomi biru memerlukan kepastian ruang agar menjadi sumber pertumbuhan baru yang berkelanjutan dan mensejahterakan.

Rakernis ini secara keseluruhan menjadi momentum penting untuk memperkuat sinergi antara pemerintah pusat dan daerah dalam mewujudkan visi pembangunan Indonesia yang merata, berkelanjutan, dan berdaulat di masa depan, dengan penataan ruang sebagai fondasi utamanya.

Kegiatan tersebut dihadiri sejumlah pejabat tinggi, Menteri Kelautan dan Perikanan RI, Staf Ahli Menteri Badan Usaha Milik Negara, Direktur Jenderal Penataan Ruang Laut, serta berbagai kepala dinas terkait dari seluruh Indonesia. (Rilis/adm)