Ditemukan 537 Perusahaan Sawit Tanpa HGU, Begini Sikap Kementerian ATR/BPN

81

JAKARTA, TRIBUNBUTON.COM – Sebanyak 537 Badan Hukum/Perusahaan Sawit yang sudah memiliki Izin Usaha Perkebunan (IUP), tanpa sertipikat Hak Guna Usaha (HGU) dengan luas 2,5 juta hektare. Telah ditertibkan oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN).

Dikutip dari laman Kantor Pertanahan Kabupaten Wakatobi. Informasi itu disampaikan Menteri ATR/Kepala BPN, Nusron Wahid, saat menghadiri pemanggilan Komisi II DPR RI terkait 100 hari kerja, Menteri ATR/BPN di Kompleks Senayan, Kamis 30 Januari 2025.

Nusron Wahid, mengatakan tindakan perusahaan yang terus beroperasi tanpa izin mencerminkan ketidak patuhan terhadap peraturan.

“Sanksi utama akan diterapkan adalah denda pajak, dengan besaran yang saat ini sedang dihitung oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Saat ini, Kementerian ATR/BPN sedang menertibkan dan mengevaluasi, menahan dulu sementara proses pengajuan pendaftaran maupun penerbitan HGU-nya,” katanya.

Penertiban itu lanjut Menteri ATR/Kepala BPN dilakukan untuk memastikan kepatuhan terhadap regulasi yang telah ada sebelumnya. Yakni Keputusan Mahkamah Konstitusi tanggal 27 Oktober 2016 terkait Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan, khususnya Pasal 41.

“Itu yang kami bahas, bukan berarti setelah mereka membayar denda otomatis mendapatkan HGU. Keputusan final nanti tergantung itikad baik dan sikap pemerintah,”

“Jadi sebelumnya yang boleh menanam kelapa sawit itu harus punya IUP atau punya HGU. Sekarang dengan adanya keputusan Mahkamah Konstitusi itu adalah punya IUP dan juga punya HGU,” ujar Nusron Wahid.

Nusron Wahid, menjelaskan adanya SHGU yang diterbitkan di atas lahan hutan. Kementerian ATR/BPN telah bekerja sama dengan Kementerian Kehutanan untuk mencegah tumpang tindih sertifikat.

“Ada perusahaan yang sudah punya sertifikat dalam bentuk SHM atau SHGU. Tetapi dalam perjalanannya, lahan tersebut tiba-tiba masuk ke dalam kawasan hutan. Sebaliknya, ada juga lahan yang awalnya dipetakan sebagai kawasan hutan, tetapi petugas kami menerbitkan sertifikat di atasnya,” jelas Nusron Wahid.

Meski demikian, Menteri ATR/Kepala BPN tidak mengungkapkan jumlah SHGU yang berada di atas lahan hutan. Ia juga tidak membeberkan secara rinci perusahaan mana saja yang memiliki lahan tersebut.

Nusron Wahid, menegaskan pemerintah telah menemukan solusi atas permasalahan ini melalui kesepakatan antara Kementerian ATR/BPN dan Kementerian Kehutanan.

“Jika suatu lahan telah ditetapkan sebagai kawasan hutan sebelum SHGU atau SHM diterbitkan, maka hutannya akan dipertahankan, dan ATR/BPN berkewajiban membatalkan sertifikat tersebut, ”

“Sebaliknya, jika sertifikat HGU, HGB, atau hak milik telah diterbitkan lebih dulu sebelum kawasan itu dipetakan sebagai hutan, maka Kementerian Kehutanan wajib menghapus status hutan dari peta,” tukas Nusron Wahid. (Adm)