KERAP MENANGKAN PENAWAR TERTINGGI, KINERJA POKJA ULP SETDA BAUBAU DISOAL

278

 

BAUBAU,TRIBUNBUTON.COM – Kinerja pokja Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ) Sekretariat Daerah (Setda) Kota Baubau Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) menuai sorotan. Bahkan Pokja yang lebih dikenal dengan sebutan “eksekutor proyek” itu akan diadukan ke pihak penegak hukum.

Pasalnya, beberapa calon rekanan dalam kegiatan program fisik merasa dirugikan dengan kinerjanya. Ada empat tender mega proyek, dicurigai ada permainan dalam penentuan pemenang tender.

Dimana, salah satu keputusan Pokja PBJ menuai sorotan dengan memenangkan calon rekanan penawaran tertinggi pada paket proyek Pembuatan Venyu Dinding Panjat Tebing, kode tender 4630405 dengan anggaran Rp 1.5 Milyar lebih di Dinas Pemuda dan Olahraga Kota Baubau.

Salah satu pengusaha jasa konstruksi, CV Syafana Karya Japindo berencana melaporkan Pokja PBJ Setda Kota Baubau ke Polres Baubau. Selain melapor ke Polres Baubau, pihaknya juga akan mengadu ke Walikota Baubau dan bersurat ke Inspektorat serta melakukan protes maupun sanggahan.

“Kami menduga telah terjadi kongkalikong antara oknum pejabat di Pokja dengan salah satu rekanan jasa konstruksi yang menjadi rekanan Pemkot Baubau,” beber Ardin, Direktur cabang CV Syafana Karya Japindo, Sabtu (2/7/2022).

Kekesalan Ardin, bukan tanpa alasan. CV Syafana Karya Japindo seharusnya jadi pemenang pada paket proyek itu. Namun digugurkan oleh oknum pejabat Pokja dengan alasan yang mengada-ada.

“Kita akan laporkan ini. Kami menilai hasil evaluasi administrasi yang dilakukan Pokja sangat buruk dan cenderung berpihak kepada perusahaan yang memang sudah diunggulkan. Meskipun tidak sesuai dengan ketentuan. Seharusnya penawar terendah dan responsif lengkap yang jadi pemenang. Tapi ternyata hal itu tidak berlaku bagi Pokja di Kota Baubau,” kesal Ardin.

Menurut Ardi, Pokja PBJ Setda Kota Baubau beralibi jika menggugurkan CV Syafana Karya Japindo karena tidak terpenuhinya elemen SMKK. Sebagaimana instruksi kepada peserta tender karena pada kolom 12,13 dan 14 tidak terisi.

Ardin, menjelaskan jika pada kolom 12, 13 dan 14 bukannya tidak terisi. Pihaknya tetap mengisi kolom dimaksud namun terisi dengan nilai nol alias Zero Accident. Sesuai dengan pakta komitmen keselamatan konstruksi. Di samping itu, kolom 12, 13 dan 14 adalah penilaian sisa resiko dari penilaian tingkat resiko oleh petugas K3.

“Itu melampaui kewenangan Pokja, karena kewenangan Pokja hanya sebatas mengevaluasi kolom uraian pekerjaan dan identifikasi bahaya sesuai dengan lembar data kualifikasi. Sedangkan isian lainnya tidak berhak dievaluasi, karena itu keahlian K3, bukan Pokja,” Ardin, menjelaskan.

Hal yang sama pula dialami CV Arvi Pratama. Pihak CV Arvi Pratama menilai jika Pokja PBJ telah melakukan kesalahan fatal pada paket lelang proyek Pembangunan Saluran Drainase Bungi dengan nomor Id tender 4628405 tertanggal 24 Juni 2022.

Dalam kasus tersebut, CV Arvi Pratama dinyatakan gugur pada evaluasi kualifikasi dengan alasan tidak melampirkan sisa kemampuan paket (SKP). Sementara pada model dokumen pemilihan tata cara evaluasi kualifikasi pada bab III huruf (b), tegas menyebutkan peserta wajib mengisi daftar pekerjaan yang sedang dikerjakan. Dalam poin itu, Pokja mengartikan bahwa peserta harus melampirkan atau mengupload data.

Menurut Ardin, aparat penegak hukum harus melakukan pemeriksaan terhadap Pokja PBJ atas semua keputusannya dalam memenangkan pemenang tender. Karena munculnya kasus korupsi dapat bermula dari proses pengadaan barang dan jasa yang tidak sesuai mekanisme.

Ardi, menegaskan ketika pelaksana proyek sudah ditentukan dalam proses perencanaan. Maka praktis proses lelangnya hanya formalitas. Jika proses lelangnya sudah tidak benar, besar kemungkinan akan terjadi permintaan fee kepada pengusaha.

“Ketika lelang hanya formalitas, pasti harga yang terbentuk juga tidak kompetitif. Ada kemungkinan ‘mark up’ dan lain sebagainya. Proses pelaksanaannya pun pasti bermasalah, demikian juga sampai dengan pertanggungjawabannya. Rentetannya seperti itu. Ketika korupsi itu sudah dimulai dari proses perencanaannya pasti sampai ke hilirnya itu juga pasti akan bermasalah,” tegas Ardi.

Ardi, mengingatkan lembaga DPRD sebagai representasi aspirasi masyarakat. Untuk menjalankan tugasnya dalam mengawasi dan memastikan jalannya pemerintahan dan pembangunan yang dilakukan pemerintah daerah sesuai dengan ketentuan dan memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi masyarakat. (Tribunbuton.com/Flash)