DEDI FERIANTO BANTAH JALANI SIDANG ETIK

604
Advokat/Direktur Paham Sultra, Dedi Ferianto SH CMLC/tribunbuton.com

Soal Laporan PT Tiran Mineral

BAUBAU, TRIBUNBUTON.COM – Advokat/Direktur Paham Sultra, Dedi Ferianto SH CMLC, membantah telah menjalani sidang etik di DPC Peradi mengenai laporan PT Tiran Mineral. Pertemuan yang digelar pada hari Minggu 15/8/2021 tanpa dihadiri oleh pihak PT Tiran Mineral sebagai pengadu, bukanlah sidang etik melainkan rapat DPC Peradi.

“Rapat tersebut pada pokoknya Ketua DPC Peradi Abdul Rahman menyampaikan ada laporan pengaduan dari pihak PT Tiran Mineral yang ditujukan kepada Ketua DPN Peradi dan Ketua DPC Peradi mengenai Pendapat Hukum saya tanggal 9 Agustus 2021,” jelasnya melalui siaran pers, Rabu 25 Agustus 2021.

Dedi menjelaskan dalam rapat ia menyampaikan klarifikasi mengenai substansi pendapat hukum. Namun peserta rapat memutuskan agar Dedi Ferianto meminta maaf dan menyatakan di media bahwa dokumen perizinan PT Tiran Mineral telah lengkap.

Menurut dia, keputusan tersebut tidak bisa ia lakukan karena ia yakin tidak melakukan apa yang dituduhkan PT Tiran Mineral. Terlebih ia tidak diberikan salinan dokumen perizinan yang dimiliki oleh PT Tiran Mineral dan tidak ada beberapa dokumen yang ia konfirmasi kepada Ketua DPC Peradi Abdul Rahman.

Rapat tersebut bukanlah mekanisme sidang etik sebagaimana yang diatur dalam Kode Etik Advokat, melainkan rapat klarifikasi biasa oleh DPC Peradi. Secara materil pendapat hukumnya mengenai PT. Tiran Mineral pada tanggal 9 Agustus 2021 tidak masuk dalam obyek sengketa sidang etik organisasi.

Megenai pelanggaran kode etik terhadap Advokat kata dia, hanya terbatas mengenai hubungan kontraktual antara advokat dan klien atau hubungan sesama rekan sejawat. Oleh karenanya menurut dia, pengaduan PT. Tiran Mineral mengenai pendapat hukumnya bukanlah ranah etik advokat dan organisasi tidak berwenang mengadili pengaduan tersebut.

“Pendapat Hukum saya mengenai PT. Tiran Mineral adalah sebagai bentuk kontrol publik dan peran serta masyarakat dalam melakukan pengawasan kebijakan pengelolaan sumber daya alam dan hal tersebut dilindungi oleh undang-undang, secara substansi pendapat hukum saya mengandung dua hal uraian normatif tentang undang-undang minerba dan pertanyaan tentang legalitas perizinan PT Tiran Mineral,” jelasnya.

Berdasarkan pertimbangan itu, permintaan untuk harus meminta maaf dan menyatakan perizinan PT. Tiran Mineral telah lengkap di media adalah hal yang tidak berdasar, mengada-ada dan mustahil untuk dilakukan. Ini dibuktikan dengan ia tidak menandatangani berita acara apapun dalam rapat tersebut.

Kedua, bahwa sebagai bentuk keterbukaan informasi publik, ia sudah resmi mengajukan surat permintaan informasi publik mengenai dokumen Perizinan PT. Tiran Mineral kepada Dinas ESDM, Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Tenggara dan Direktur PT. Tiran Mineral tanggal 12 Agustus 2021. Surat tersebut sebagai syarat formil untuk mengajukan gugatan ke Komisi Informasi Pusat (KIP) dan sampai hari ini tahapan tersebut masih berjalan dan belum ia cabut.

Ketiga, bila PT Tiran Mineral adalah perusahaan besar dan bonafid yang menghargai prinsip transparansi dan good corporate goverment (GCG) maka dokumen-dokumen publik terkait rencana investasi pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter) nikel tidak ditutup-tutupi dan disembunyikan.

“Masa mau membangun smelter nikel yang membutuhkan investasi setidaknya USD 2 milyar biar website tak punya sebagai sarana informasi minimalis sebuah korporasi?” (yhd)