WA ENA, TERGANTUNG DAUN YANG GUGUR

731
TERGANTUNG DAUN GUGUR: Wa Ena sedang menyapu sampah daun/Foto: Hasirun Ady/tribunbuton.com

SABAN subuh ia bergegas meninggalkan rumahnya. Rutinitas pekerjaannya menuntut wanita paruh baya ini untuk disiplin.

 

Hasirun Ady, Baubau

BERKISAR pukul 03.00-04.00 Wita, berupaya sudah berada di lokasi kaplingan. Untuk mencapai titik lokasi kerjanya, kadang di tempuh dengan berjalan kaki.

Namun lebih banyak di antar anak lakilakinya. Kadang juga membonceng di kenderaan roda dua milik kawan kerjanya. Ia bertugas di titik bagian utara Satadion Betoambari. Bersama kawan kawannya, menyapu dan membersihkan sampah. Penyampu Sampah!

Kebutuhan dan pemenuhan keuangan- menunjang hidup, kerap menjadi alasan bagi seseorang, memutuskan menerima suatu pekerjaan. Bagi sebagian wanita, khususnya yang telah membangun rumah tangga, keputusan untuk bekerja, pada umummnya, ingin membantu menambah penghasilan suami. Alasan lainnya, pekerjaan sang suami tidak menentu, kesehatan dan jumlah anak anak yang menjadi tanggungannya.

Memanfaatkan Sampah

“Sambil menyelam minum air”. Mungkin pepatah ini yang memotivasi dirinya. Sambil menyapu, membersihkan sampah, ia memilah sampah-sampah yang masih bisa dijual kembali.

Misalnya sampah botol plastik dan kardus. Usai menjalankan tugasnnya, Wa Ena menunju tumpukan sampah yang telah disortirnya. Sampah-sampah botol plastik dimasukan ke dalam sebuah karung plastik, kemudian diikat rapi. Demikian pula sampah kardus disusun rapi, diikat/simpul dengan potongan potongan talirafia.

Sekira pukul 07.00 Wita, sampah yang telah dirapihkan dijemput putranya menggunakan kenderaan roda dua. Sampah-sampah ini kemudian dijual kepada pengumpul.

“Harganya tidak seberapa. Tetap saya lakukan untuk menambah nambah penghasilan.” tutur Wa Ena. Ia menyebut harga kardus perkilogram enam ratus rupiah.

Turut membantu penghasilan suami dan menghidupi anak sepuluh orang, dengan penghasilan gaji/insentif dari Pemerintah Kota Baubau, baginya membanggakan. Ia mengaku setiap bulan menerima gaji sebesar Rp. 900.000,- “Syukur Alhamadulillah, ” Puja Wa Ena. Ia mendengar kabar pemerintah kota bakalan menaikan lagi gaji mereka, Penyapu Sampah. “Kabarnya tahun depan gaji kami akan dinaikan, “tuturnya tenang.

Daun Gugur

Durasi kerja para penyapu sampah, khusus di Kota Baubau, sebetulnya tergolong singkat. Misalnya, Wa Ena, memulai aktivitas pukul 04.00-07.00, pagi Wita. Kira-kira empat jam bertugas. Bersama kawan kawannya, mendapat kaplingan sepanjang Jalan Sipanjonga.

Durasi kerja bisa berubah, menjadi singkat atau panjang. Jika diamati dititik kaplingan, utara Stadion Betoambari, ini sekitar 200 meter tumbuh pohon Trambesi yang berdaun rindang. Setiap saat daunnya gugur ke tanah. Volume daun yang gugur, ini yang mempengaruhi durasi kerja para Penyapu Sampah. “Kadang cepat kadang lama. Tergantung dari daun yang gugur, ” tutur Wa Ena.

Wa Ena dkk “pahlawan kebersihan.” Menciptakan lingkungan hidup yang sehat. Suasana lingkungan bersih dan nyaman mereka suguhkan setiap hari. Warga kota menikmati suasana dan udara segar. Pada konteks ini perlunya memikirkan tambahan insentif pemberi semangat sekaligus apresiai atas kinerja mereka. Mungkinkah Pemkot secara selektif “mengumrohkan” gratis? (***)