PRODI ILMU KOMUNIKASI FISIP UM BUTON RILIS BUKU KRISIS KOMUNIKASI DALAM PANDEMI COVID-19

479
CORONA: UM Buton terbitkan buku Covid 19 dalam komunikasi buplik./tribunbuton.com

BAUBAU, TRIBUNBUTON.COM, Yhd

 

Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Buton (UM Buton) merilis buku berjudul Krisis Komunikasi dalam Pandemi Covid-19, 6 April 2020.

Buku setebal 288 halaman ini berisi kajian tentang persoalan pandemi Covid-19 dalam perspektif Ilmu Komunikasi. Empat puluh empat penulis terlibat dalam kolaborasi penerbitan buku yang dieditori Dr Fajar Junaedi ini.

“Keterlibatan kami dalam penerbitan buku ini menjadi bentuk kontribusi keilmuan prodi Ilmu Komunikasi UM Buton menghadapi pandemi Covid-19,” ujar Ansar, Kaprodi Ilmu Komunikasi UM Buton, via rilis.

Buku ini terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian pertama, mengeksplorasi tentang perlunya aktualisasi komunikasi, baik secara teori, riset dan praktek, dalam menghadapi pandemi. Bagian kedua mengangkat tentang persoalan komunikasi publik yang dilakukan pemerintah kala menghadapi Corona Covid-19.

Kegagapan pemerintah pusat mengelola komunikasi publik justru menambah kepanikan masyarakat. Bagian terakhir membahas tentang relasi media dan publik dalam informasi Corona Covid-19, baik media massa maupun media sosial yang ditulis berdasarkan riset dan konseptual.

Proyek penerbitan buku ini melibatkan Program Studi Ilmu Komunikasi di berbagai kampus, yaitu Universitas Muhammadiyah Sumatra Utara, Universitas Muhammadiyah Maluku Utara, Universitas Muhammadiyah Buton, Universitas Muhammadiyah Ponorogo, Universitas Muhammadiyah Cirebon, Universitas Muhammadiyah Surakarta, Universitas Muhammadiyah Malang, Universitas Muhammadiyah Bandung, Universitas Muhammadiyah Jakarta, Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta, dan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Ketua umum APIK PTMA, Muhammad Himawan Sutanto MSi menyatakan bahwa keseluruhan hasil penjualan buku akan disumbangkan kepada Lazismu sebagai donasi untuk membantu tenaga medis dan masyarakat yang terkena dampak Covid-19.

“Bahkan editor dan para penulis pun tidak mendapatkan royalti dan tidak mendapatkan gratis. Semua membeli sebagai bentuk donasi,” jelasnya.(*)