LAGI, MENGENAI PARENDE DAN KASOAMI

2690
Gambar ikan parende dan kasoami masakan khas Buton. FOTO:HASIRUN ADI/TRIBUNBUTON.COM

BAGI masyarakat Buton, masakan Parende merupakan menu yang disajikan hampir setiap hari. Terutama waktu santap siang dan santap malam. (***)

 

Kuliner Khas Orang Buton

Di rantaupun, orang-orang Buton, tetap menjadikan menu utama sehari hari. Konsistensi mereka patut dihargai,  mereka telah melestarikan budaya, menjaga warisan leluhurnya.

Masakan ini lebih nikmat jika ikannya masih segar dan jenis ikan pilihan. Misalnya daging ikan bobara, ikan kakap ukuran jumbo. Ikan hasil tangakapan menggunakan pancing, jala, atau tombak. Bukan ikan yang ditangkap atau diperoleh dengan cara dibom atau potas.

Dahulu, sebelum beras mudah didapatkan seperti sekarang, mayarakat mengonsumsi Parende dengan Kasoami. Meskipun, ketika itu masyarakat mengenal Jagung, Keladi, Ubi Jalar dan jenis ubi-ubian lainnya. Kini, Parende nikmat dikonsumsi dengan nasi. Apalagi nasi yang ditanak dari beras pilihan. Bagi yang terbiasa, memang Parende terasa sensasinya ketika dikonsumsi dengan Kasoami.

Kian Populer

Tidak lagi seperti keadaan tahun enampuluhan. Mengonsumsi Kasoami kadang rimbul perasaan minder. Sekarang, Kasoami menjadi Kuliner yang kian populer. Diperjualbelikan, dan dihidangkan paket dengan masakan Parende. Menjadi “pemikat” wisatawan yang berkunjung ke berbagai destinasi wisata di kabupaten eks Kesultanan Buton.

Sebuah festival yang mengagumkan dilaksankan di sebuah desa di Maluku Tengah. Orang-orang Buton yang merantau di sana menyelenggarakan Festival Kasoami “terpanjang”. Disajikan bersama Ikan Cakalang Bakar dengan penikmat Colo-colo khas Maluku.

Bahkan demikian populer, Kasoami bikinan orang orang Buton di Riu Kepulauan, dipejualbelikan dipelabuhan penyeberangan Internasional di Tanjung Pandan. Salah seorang perantau Buton asal Pulau Tomia, yakni La Ode Kamaruddin, melalui FB menerangkan bahwa kasoami telah diperjualbelikan di tempat umum.

Lantas ia mengirimkan gambar Kasomi. “Di sini kasoami sudah masuk pelabuhan penyeberangan internasional,” tulisnnya.

Sepintas kasoami dalam gambar yang diposting La Ode Kamarun, sizenya relatif lebih besar dari yang unum dipasarkan di Kota Baubau dan di Wangiwangi. Sejauh yang diamati, size Kasoami di Baubau mirip dengan di Wangiwangi. Haraganyapun sama yakni Rp 5000,- Bedanya, di Baubau terdiri dari dua buah. Kadang juga ada yang tunggal seperti di Wangiwangi, Wakatobi.

Mengubah Kemasan

Pengalaman mengajarkan, kemasan suatu barang mempunyai pengaruh besar terhadap minat konsumen. Selain cita rasa produk. Semakin bagus kemasan, makin berpeluang suatu produk diminati.

Kemasan yang enteng dibawa dan ramah lingkungan, mudah terurai. Diamati, kasoami diperjualbelikan dalam kantong plastik.

Barangkali dari segi higienis terjamin.
Namun meninmbulkan masalah lingkungan. Karena kantung plastik menjadi sampah yang butuh waktu ratusan tahun baru bisa terurai.

Meski pemikiran ini akan menambah harga Kasoami. Namun dilihat dari sudut pemasaran, mungkin perlu diperkenalkan kepada masyarakat.

Mengubah kemasan dari kantung plastik menggunakan kemasan kertas karton, seperti halnya kemasan di warung makan dan restoran. Atau kemasan lainnya yang mudah terurai. Beberapa jenis kemasan yang mudah terurai kini sudah tersedia di toko.

Ide ini diutarakan, berdasar pengamatan, nampaknya Kasoami, selain nikmat dikonsumsi dengan parende, juga bersensasi jika dikonsumsi dengan tumis lombok ikan asin. Terutama ikan sunu asin. Pada konteks ini perlunya mengubah kemasan. (Hasirun Ady)