CALON KADA YANG MENYANDERA APARATUR PEMERINTAH, (KADES, CAMAT) WUJUD NYATA TIDAK PUNYA KAPASITAS JADI PEMIMPIN DAERAH

526
Mukmin Syarifuddin

Oleh: Mukmin Syarifuddin, S.Sos, M.Si *)

SEMARAKNYA pesta demokrasi pemilihan kepala daerah yang akan digelar serentak diseluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia tanggal 9 Desember 2020 yang kurang lebih 30 hari lagi, menjadi momentum yang tepat bagi seluruh masyarakat untuk memperbaiki tatanan kehidupan didaerahnya masing-masing. Termasuk awal dari membenahi kondisi dan situasi kepemimpinan nasional dimasa mendatang.

Beberapa hal yang sepatutnya menjadi pemahaman, dan kesadaran kolektif oleh seluruh element bangsa. Terutama masyarakat sebagai pemegang hak kedaulatan tertinggi atas keputusan dalam menentukan, memilih pemimpinnya di setiap jenjang, level dan tingkatannya, (kepala desa, bupati, gubernur termasuk Presiden).

Atas semua situasi dan kondisi, dinamika yang ditemukan. Diperlukan kerja keras semua komponen elemen bangsa yang memiliki jiwa keperdulian sebagai wujud nyata sosok lahiriah manusia yang menyadari tugas utamanya dilahirkan dimuka bumi Tuhan Yang Maha Esa. Terutama yang dilahirkan diatas bumi Nusantara, yakni memerdekakan manusia atas penindasan prilaku manusia lain yang tersandera kepentingan duniawiah semata dalam hal kekuasaan untuk memenuhi hawa nafsu pribadi, kelompok atau golongannya. Sebagaimana tujuan para pendiri bangsa ini, mendirikan Negara Kesatuan Republik Indonesia, sebagaimana tertulis dalam UUD 1945.

Ada temuan dari beberapa daerah yang akan mengikuti Pilkada serentak 9 Desember 2020. Yakni, salah satu paslon calon kepala daerah (cakada) menggunakan taktik dan strategi memecah belah masyarakat dan pemimpinnya didesa. Adapun yang berpotensi melakukan itu hampir sebahagian besar, yakni “Paslon Cakada Petahana”,

***

Ada indikasi Cakada Petahana mengetahui celah pelanggaran kepala desa saat masih aktif menjabat sebagai kepala daerah. Bisa saja ada kerjasama dalam melakukan suatu tindakan, yang membuat kades, plt.kades, camat dan aparatur pemerintahan lainnya (Birokrasi) akhirnya menjadi tersandera karena takut dibongkar kesalahannya.

Apabila benar terjadi indikasi ada perilaku oknum cakada melakukan tindakan menyandera aparatur pemerintah dari desa, kecamatan, bahkan lingkup lainnya ditatanan birokrasi daerah. Seharusnya ini menjadi pemicu semangat bagi masyarakat untuk bersatu, melawan secara demokratis, konstitusional dengan tidak memilih cakada seperti itu nantinya di tanggal 9 Desember 2020.

Bahkan yang lebih kejam lagi dalam sudut pandang kejahatan demokrasi kemanusiaan. Perilaku cakada seperti itu, merupakan sosok yang telah memperlihatkan dirinya, betapa tidak memiliki kapasitas, kepantasan, serta kelayakan sebagai pemimpin ditengah masyarakat yang butuh sosok pengayom dan penuntun menuiu kemajuan daerah disegala bidang dan ruang aspek kehidupan.

Menyarankan masyarakat sebagai pemilik kedaulatan tertinggi melakukan kroscek. Jika ada indikasi calon kepala daerah terutama petahana. Terdapat perilakunya seperti yang telah dipaparkan. Maka dapat dipastikan, semasa aktif menjabat kepala daerah tidak ada terobosan pembangunan yang nyata dan dirasakan jelas kehadiranya ditengah kehidupan masyarakat di daerah itu.

“Apabila sudah seperti itu, masyarakat harus berkobar-kobar jiwanya, menyala dan membara didalam hati sanubarinya, untuk bergerak bahu membahu, saling bergandengan tangan-bersatu padu, bergotong-royong memilih pemimpim yang lebih jelas dan nyata hasil karyanya. Sebab, itu sudah masuk dalam esensi tugas utama kita semua manusia dilahirkan-diutus Tuhan dimuka buminya ini. Yakni, mencegah pemimpin yang telah menampakkan dirinya terang-benderang, bermental rusak, bahkan tega menjadi “Penjajah Dialam kemerdekaan seperti sekarang ini, dan dalam ruang tauhid, ini sudah jihad fisabillah,”.

“Terlebih lagi, jika ada indikasi cakada petahana memainkan strateginya, mengadu-domba, kepala desa, camat, aparat desa, masyarakat dengan salah satu paslon cakada saingannya. Yakni menyandera mereka (kades, plt.kades, camat) atas indikasi celah kesalahan yang pernah diperbuat bersama-sama. Dalam pengelolaan dana desa, Bumdes, yang dicurigai dan santer dibicarakan masyarakat. Banyak para kades, Plt kades, camat terindikasi bermasalah namun diamankn saat cakada petahana masih aktif. Ditambah lagi, diadu domba dengan salah satu pasangan calon rival petahana sendiri, dengan menyampaikan “bahwa kalau menang calon lain, para kades, plt. kades, camat dan lainnya, akan dihabisi atau diproses hukum atas pelanggarannya”.

Hal tersebut merupakan tindakan cakada yang tidak memiliki kwalitas sosok kepemimpinan. Dan oknum atau figur seperti itu, sudah tentu cenderung melakukan praktek Korupsi,Kolusi dan Nepotisme (KKN). Karena telah menunjukkan dirinya miskin ide, gagasan, program untuk memajukan suatu daerah.

Hal diatas jika terjadi didaerah yang lagi menjalani proses tahapan pilkada. Dapat dimaknai sebagi mekanisme alam, sehingga cakada petahana melaporkan dan memperlihatkan dirinya, keaslian dirinya dalam hal kwalitas, mentalnya. Hal itu menunjukkan kerusakan tatanan didesa, kecamatan, daerah yang dipimpinnya. Sebab itu merupakah ulah dan prilakunya sendiri (cakada petahana) semasa menjabat jadi kepala daerah.

“Yang seharusnya, kepala daerah itu menjadi pengayom, penuntun dan mengarahkan kepala desa, aparat desa, camat, ASN untuk mengelola segala sumber daya yang ada demi kesejahteraan dan kemakmuran daerah. Terutama bagi Pemerintah Desa, dengan adanya dana desa, Bumndes seharusnya meniadi sandaran, penopang kehidupan ekonomi masyarakat desa, sekaligus membuka ruang perekonomian disetiap desa masing-masing diseluruh Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia,”.

Indikasi tindakan cakada seperti itu, secara tidak langsung menghianati tujuan kehadiran negara dalam upaya negara hadir sebagai solusi ditengah kehidupan sosial masyarakat untuk memerdekaan warganya dari semua aspek ruang kehidupan.

Secara lahiriah hal tersebut dirasakan seolah menghianati kebijakan presiden republik indonesia saat ini, Ir.H.Joko Widodo. Pemerintah pusat menghadirkan kebijakan yang pro kemanusian dan keadilan. Sebagaimana niat para pendiri bangsa dan NKRI terdahulu, yang termuat dalam UUD 1945.

Oleh karena itu, sebagai putra daerah buton utara, provinsi sulawesi tenggara. Dimana Buton Utara tengah menjalani proses-tahapan pilkada serentak 9 Desember 2020. Meminta kepada seluruh masyarakat yang berada diwilayah kabupaten buton utara harus hati-hati memahami pilkada. Bukan sekedar “euvoria” mendukung pasangan cakada memenangkannya pada tanggal 9 Desember 2020.

Akan tetapi, jauh dari soal semangat dukungan kepaslon cakada, harus ada kesadaran dan pemahaman mendalam, apa yang menjadi tujuan utama hadirnya pesta demokrasi dalam kurun waktu 5 tahunan.

Adanya desas desus, isu dan indikasi, yang santer dimasyarakat buton utara, provinsi sulawesi tenggara, sudah sampai dipendengarannya. Ada paslon cakada yang menyudutkan salah satu pasangan cakada lainnya, yakni pasangan RIDA ( Ridwan Zakariah-Ahali) nomor urut 1.

Paslon cakada yang menyudutkan paslon dengan akronim RIDA, No 1, disinyalir keliling menyampaikan kepada para Kepala Desa, Plt. Kades, bahkan camat, bahwa kalau pasangan RIDA ( Drs. H.Muh.Ridwan Zakariah, M.Si- Kompol (Purn) Ahali, S.H,M.H) menang, maka akan dibongkar, diproses hukum pelanggaran para kades dan plt. Kades, camat. Lebih paranya lagi sampai mantan kades yang sudah selesai masa jabatanya se-wilayah Buton Utara, didatangi dan diprovokasi. Jika itu benar dilakukan salah satu paslon cakada, sangat tidak etis untuk karakter sosok pemimpin yang baik.

Tindakan itu sangat ekstrim bila ada figur pemimpin mempertontontan, bahkan mempermalukan dirinya sendiri. Memperjelas ketidaklayakannya sebagai pemimpin. Yang minim gagasan, miskin ide, program, visi-misi, bahkan menelanjangi dirinya sendiri atas ketidakpantasan meniadi pemimpin daerah”.

Publik harus tau bahwa indikasi penyanderaan para kepala desa, camat dan Plt kades serta aparat desa yang jika benar dilakukan salah satu paslon cakada. Akhirnya terlihat menjadi senjata ampuh. Dalam mengarahkan serta ada kecenderungan para kades, Plt kades, camat, bahkan mantan kades dipaksa secara halus dan licik membiayai pergerakan politik paslon cakada petahana yang datang melakukan provokasi yang tidak manusiawi, memperlihatkan secara jelas dan nyata ketidak pantasannya, dari segi kapasitas, kapabilitas, apalagi integritas untuk dipilih menjadi pemimpin daerah, ditanggal 9 Desember 2020 yang tinggal menghitung hari.

Masyarakat secara menyeluruh yang lagi menjalani proses tahapan pilkada serentak 9 Desember 2020, terutama masyarakat butur tidak akan mudah tertipu, terprovokasi ulah paslon cakada yang rusak mental.

Para aparatur pemerintah ( Kades, Plt.Kades, Camat, ASN) memiliki jiwa kemanusian yang hidup serta tidak akan tega, apalagi mau menjadi alat pemuas nafsu ambisi kekuasaan yang berlebihan oleh salah satu paslon cakada, yang memainkan isu, taktik dan strategi yang tidak berkwalitas, melanggar etika politik, kepantasan bahkan menunjukkan mental dan jiwa yang rusak.

Masyarakat Buton Utara, sudah waktunya memerdekakan, mengangkat harkat dan martabat, daerah “LIPU TINADEA KONO SARAH”, dari prilaku pemimpin yang menyimpang, jauh dari nilai-tatanan luhur Buton Utara. Yang dibangun atas pondasi dasar hakikat kemanusiaan yang menyatu dengan esensi alam ” Sarah”.

Menyampaikan, atas isu kondisi di butur. Ia telah mengajak teman-temanya pemerhati demokrasi dari Jakarta, untuk turun di butur, sekaligus dijadikan sebagai riset perkembangan pesta demokrasi, dimasa Pandemi. Sekaligus mengawal, dan turut serta mengamati segala gerak-gerik seluruh paslon cakada. Terutama paslon cakada petahana, yang cenderung diwilayah manapun, melakukan tindakan yang jauh dari yang seharusnya. Sehingga, dengan hadirnya teman-teman, lembaga pemerhati demokrasi nantinya di butur, akan menjadi ruang saat ada temuan pelanggaran. Sehingga yang akan membuat aduan nantinya akan lebih objektif demi menuju pesta demokrasi yang demokrtasi.

Dan soal penegakkan hukum, aturan apapun dalam proses kehidupan berbangsa, bernegara, itu merupakan suatu keharusan, bahkan kewajiban semua pihak, terlebih pemimpin dalam mengawal seluruh program pemerintah demi terpenuhinya hak-hak warga negara. Jadi, paslon yang baik dan berkwalitas, yakni hadir menertibkan dan menstabilkan semua proses tatanan kehidupan. Sebab, kepentingan masyarakat, sebagai pemilik hak kedaulatan tertinggi harus lebih diutamakan. Tangisan, penderitaan rakyat harus lebih utama dari menutupi kepentingan pribadi atau golongan. Itu yang harus ada dalam jiwa setiap cakada pemimpin daerah. Bukan justru mengadu domba diantara element masyarakat di daerah, itu ciri sosok manusia bermental rusak. Harus dihindari, kalau daerah mau maju dan masyarakat sejahtera.

(***)

Penulis adalah Pemerhati Demokrasi, yang masih tergolong anak muda. Sapaan akrab MSY.