Pesan Ibu Sebelum Meninggal, Cari Kakakmu!

INI adalah cerita tentang kakak beradik yang terpisah sejak belia. Keduanya saling mencari ingin bertemu, tetapi jarak memisahkan mereka, yang kakak ikut bapak, yang adik ikut ibu karena perceraian.

YUHANDRI HARDIMAN, BAUBAU

Herman mengirim pesan via inbox masenjer dari Bitung, Sulawesi Utara. Isinya meminta bantuan untuk mencari kakak kandungnya bernama Yamin alamat depan SMA Negeri. Ia tidak tahu siapa keluarganya di Baubau, ia tak tau bagaimana rupa bapaknya, dan ia tidak tau bagaimana wajah kakaknya.

Tepat di Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal 1441 H/2020 M. Momen terindah bagi setiap orang untuk bersilaturahmi dengan keluarga dekat. Herman hanya bisa membendung rasa rindu yang tak berujung, ketika itu pada masa pandemi Covid 19 sehingga orang hanya bersilaturahmi melalui vidio call.

Herman mau menghubungi siapa? Ibunya sudah alarhum, tinggal kakaknya yang ia tahu beralamat di Baubau, di depan SMA Negeri. Sebuah alamat yang abstrak bagi saya untuk ukuran Kota Baubau.

Pekerjaan saya sebagai seorang jurnalis selalu tertantang dan terbiasa melakukan investigasi termasuk melacak sesuatu yang tidak jelas menjadi jelas dan terang. Kata SMA negeri merupakan kata kunci awal, paling tidak saya bisa memetakan dua SMA negeri dalam ingatan tahun 80-an berarti antara SMAN 2 Baubau atau SMAN 1 Baubau.

Kakaknya bernama Yamin, sebuah nama yang terlalu familiar dan banyak pemilik nama Yamin untuk ukuan Kota Baubau. Masalahnya, Herman tidak mengetahui siapa nama bapaknya dan asli mana. Saya mulai tertarik dan semakin terdorong untuk menggali data sebanyak-banyaknya, termasuk menanyakan ciri-cirinya tetapi sangat sulit untuk diingat.

Yamin

Herman sudah menjengkal setiap getir pahitanya kehidupan. Ketika masih berusia 7 tahun, ayah dan ibunya berpisah dan itulah saat terakhir ia melihat wajah ayah dan kakaknya. Mulai saat itu juga ia menjadi anak seorang buruh cuci pakaian.

Herman mencoba mengingat wajah kakaknya dan ciri-cirinya waktu kecil tetapi itu terlalu samar baginya. Di usianya yang sudah 40 tahun ini masih memiliki sedikit keinginan untuk terus mencari sang kakak.

Satu pesan ibu sebelum meninggal, “cari kakakmu.” Herman sudah sering mencari melalui media sosial tetapi sama sekali tidak ada petunjuk. Sebetulnya Herman tidak berniat untuk mencari kakaknya kali ini.

Herman merayakan hari raya Idul Fitri di Kota Bitung bersama istri dan tiga anaknya. Tetapi kegembiraan itu tidak mampir kepadanya, ada sesuatu yang menngganjal sosok yang ingin ia temui sejak kecil, kakaknya.

Tiba-tiba teman-teman mendekati. “Cobalah cari lagi di facebook (FB) siapa tau saja kali ini ketemu kakakmu!” Sebuah energi yang cukup menyentuh dan…., baiklah. Herman mencoba sekali lagi untuk mencari keberadaan kakak, semoga saja ada petunjuk.

Hari itu ia sibuk mencari sosok yang mungkin bisa membantunya untuk mempertemukan dengan sosok kakak yang sudah lama ia cari, namanya Yamin. Herman terhenti pada sebuah aqun FB dengan nama ‘Dandi Yuhandri Hardiman’. Setelah diteliti dia berada di Baubau dan seorang jurnalis dari media online Tribun Buton (tribunbuton.com).

Detak jantung semakin berpacu gugup untuk memulai dan rasanya kali ini seperti ada sesuatu yang berbeda, ada keyakinan pada sosok ini mungkin bisa mempertemukanku dengan kakak. Semoga saja ada petunjuk, pesan inbox via masenjer pun dimulai.

“Asalamualaikum Pak….. 🙏”

“Mohon maaf ya pak…. Atas kelancangan saya, meminta pertemanan kepada Anda, dan Mungkin juga anda tidak kenal saya…..

Pesan ini masuk via masenjer atas nama Bung Herman. Awalnya saya agak kurang tertarik tiba-tiba ada orang yang saya tidak kenal memberi salam kepadaku. Ada apa? Saya biarkan saja pesan-pesannya masuk dan saya baca satu per satu.

“Waalaikum salam,” jawabku seadanya. Lalu terlihat Herman terus mengetik dan masuklah maksudnya.

“Di sini pak…. Saya ingin meminta bantuan anda, itu juga kalau boleh, saya sedang mencari kakak saya yang sudah terpisah dari kecil yang di bawah sama bapak kandung kami, informasi terakhir dari Almarhum mama, kalau mereka berada di bau2 kampungnya bpak…..”

Hmmm saya teringat kalau saya pernah mempertemukan La Isi (adiknya La Teke) dengan ibunya dan juga La Sentere dengan keluarganya di Kaledupa. Mungkin karena saya paling aktif di medsos, di dunia maya sehingga saya selalu terpilih untuk mempertemukan mereka yang tercecer dari keluarganya. Baiklah saya hanya butuh nama bapaknya dan kakaknya serta alamat jelasnya dan nama keluarga bapaknya di Baubau. Pikirku mudah.

“Nama kakakx siapa? Nama Bapakx siapa? saya bertanya kepada Herman.

“Nama kecilnya Yamin pak….”

Nama yamin terlalu banyak untuk ukuran Baubau, saya coba untuk mendeteksi dari tempat dudukku. Herman hanya menulis nama Yamin tanpa menulis nama bapaknya. Padahal mungkin jika ia menyebut nama bapaknya, saya akan sedikit lebih mudah untuk mendeteksinya.

Ia lantas mengirim gambar ibunya dengan maksud sebagai data tambahan dia berharap foto itu bisa diposting di grup-grup FB siapa tahu ada keluarga dari bapak bisa mengenali wajah ibunya. Saya mulai merasakan kalau Herman minim informasi tentang bapak dan kakaknya.

Almarhum mamak Herman
FOTO:TRIBUNBUTON.COM

Herman menyertakan foto ibu dengan harapan bisa diposting di grup-grup FB di Baubau. “Karena tidak mungkin fotoku, sudah pasti tidak ada yang kenal, sementara ibuku dulu pernah ke Baubau dan barangkali bisa dikenali keluarga bapak.”

“Ini foto Almarhum mama kami pak…. Namanya Mima Lehurliana, dari Jayapura,” tulisnya lagi.

Saya sebagai orang yang akan membantunya mencari kakaknya bernama Yamin tidak cukup data. Saya yakin gambar ibunya tidak begitu akan membantu untuk mencari jejak masa lalu di Kota Baubau. Saya coba menanyakan keluarganya di Baubau adakah yang ia kenal.

Tetapi Herman tidak mengingat apa-apa ia tidak mengetahui siapa pun keluarga dari pihak bapaknya. “Saya sudah tidak tau pak… Karena saya masih kecil sudah terpisah, begitu juga informasi dari Almarhum mama tidak jelas…. Katanya tempat tinggal mereka di depan sekolah sma Negeri bau2…”

Saya tertarik dengan SMA Negeri Baubau tetapi dalam konteks dulu. Di pikiran saya antara SMAN 1 atau SMAN 2. Saya harus menggali di bagian ini, siapa tau saja ada petunjuk.

“Terpisah tahun berapa ya?

“86 pak….. Saya masih 7 thn….,” jawab Herman.

Saya merasa belum cukup detail informasi petunjuk dari Herman. Dan malam itu saya menelepon Pak Lutfi Hasmar untuk menanyakan yang disebut SMA negeri pada tahun 80-an itu SMA yang mana?

Penjelasan dari Lutfi Hasmar, kalau di depan SMAN 2 waktu itu belum ada pemukiman. Tetapi dia memberi harapan mungkin di sekitar SMAN 1 Baubau.

Saya berpikir untuk turun ke sekitar SMAN 1 Baubau besok. Tetapi jangan sampai bapaknya cuma sebentar dan pindah ke daerah lain. Bisa saja bapaknya orang Sampolawa, Batauga, Buton, Wakatobi, Busel, Lakudo, Mawasangka, Raha, atau orang Bugis.

Waduh, data bapaknya tidak jelas maka saya putuskan untuk menggali identitas kakaknya, Yamin. Saya mulai dengan menanyakan tahun kelahiran kakaknya tetapi Herman tidak mengetahui sama sekali.

Kalau Herman kelahira 1979, maka berarti bisa jadi mereka terpaut usia dua, tiga atau empat tahun. “Berarti bisa jadi kelahiran 76,” tanyaku pada Herman.
“Mungkinkah jadi Pak….”

Kata kunci dari percakapan kami yang menjadi petunjuk adalah ‘di depan SMA negeri dan nama Yamin kira-kira umur sekitar 43thn’.

Tapi saya merasa ini belum cukup dan saya mendesak dia untuk mengingat sesuatu lagi. “Bisa diingat2 lagi petunjuk lainx?”

“Saya juga selama ini juga masih gali informasi dari keluarga Almarhum mama ini pak….. Belum dapat informasi yang jelas….”

Apakah dijelaskan dia asli mana? Misalx muna, wakatobi, sampolawa, gu, lakudo, mawasangka, tanah abang, tomba, bataraguru, lipu, katobengke, batulo, tomia, binongko, kaledupa, wanci. Saya sengaja menyebut nama-nama kampung siapa tau saja pernah disebut oleh Almarhun ibunya kepadanya.

“Saya tidak tau pak asal Bpk saya, yang saya tau dari mama hanya bilang Bpk orang bau2 Pak….”

Saya terpikir untuk menggali identitas Herman. “Nama anda siapa??”

“Nama kecil saya Udin pak, tetapi saya sudah ganti nama waktu mama nikah lagi…. Nama saya sekarang Herman Yehuryana…”

“Yehuryana ini marga ya?” “Iya Pak…. Marga dari mama…”. Andai marga ayahnya, ini bisa menjadi petunjuk.

Tetapi nama udin menjadi data penguat karena rupanya dia dulu Islam lalu masuk kristen dan berganti nama. Tetapi kini dia masuk Islam kembali sejak menikah tahun 2015 di Kota Bitung.

Saat ini sedikitnya ada tujuh bua SMA negeri di Kota Baubau. Saya bertanya lagi. Nama kakakx Yamin saja???

Ia pak…. Karena marga Bpk saya tidak tau….

Saya coba bantu dengan data seadanya. Saya mulai mengklasifikasi SMA negerinya ini. Tetapi satu hal, jangan sampai bapaknya dan kakaknya dulu hanya tinggal sebentar di depan SMA negeri yang ia maksud.

Saya masih merasa belum cukup petunjuk maka saya bertanya lagi dalam percakapan masenjer itu. “Oh maaf bapak dgn mama dulu kawinx di mana, di Baubau atau di Jayapura?”

“Kemungkinan mereka nikah di Jayapura pak….” “Mohon maaf ya Pak, sudah merepotkan Anda…..” “Banyak-banyak terimakasih atas bantuannya…… 🙏”

“Oh next,,, gak ada kah kerabat satu kampungx di situ, buku nikah ada kah kira2”

Menurut Herman, keluarga dari ibunya tak satupun mengingat nama bapaknya. “Memang tidak ada sama sekali pak…. Informasi dari keluarga mama, mereka juga bilang Bpk tidak terlalu jelas…”

Tidak lama kemudian masuk pesan dari Herman. “Ini saya ada dpat informasi, dari saudaranya mama di Merauke, katanya nama Bpk.. Thalib….,Bpk saya sudah nikah lagi di bau2.”

Saat itu saya mencoba mencari semua nama Yamin di FB. Pikiran saya tetap tertuju ke Yamin Dabu. Tetapi saya tetap mencari Yamin yang lain namun usia tidak cocok.

Ketika saya buka FB Yamin Dabu, usianya sepertinya cocok ada kemiripan. Ditambah lagi dia pernah tinggal di belakang UMB. Ini konek dengan usulan teman di salah satu grup Whatsap untuk mencari di depan smea, karena ada nama Yamin di sana.

Saya coba kirim pesan via masenjer namun Yamin belum merespon. Saya lantas menghubungi Kasriadi, Anggota DPRD Provinsi untuk mengirimkan nomor HP Yamin Dabu.

Dalam percakapan saya dengan Yamin Dabu via telepon, saya menyampaikan kalau saya mencari seseorang nama Yamin, dan saya agak curiga jangan sampai anda Yamin yang dimaksud.

Saya jelaskan kalau ada nama Herman dari Jayapura, nama kecilnya Udin, mencari kakaknya di depan SMA negeri di Baubau, nama bapaknya Thalib. Saya mendapatkan jawaban yang luar biasa dari Yamin Dabu.

“Saya kenal yamin, saya juga kenal Udin itu, mamaknya orang Jayapura, dan masih ada adiknya perempuan namanya namanya Ria. Sedangkan nama bapaknya La Sawa, bukan Thalib.”

Maria. FOTO:TRIBUNBUTON.COM

Saya tinggal mencocokkan dengan Herman alias Udin melalui masenjer. “Masih ada lagi adikx kah atau saudarax perepuan???? Coba tanya keluarga di situ nama Thalib itu panggilanx La Sawa kah?”

“Ia benar ada adik perempuanku…. La sawa panggilan Bpk di Jayapura…”

Misi selesai, saya berhasil menemukan jejak Yamin. Yamin yang dimaksud rupanya cuma bersepupu dengan Yamin dabu. “Nama kami sama memang,” kata Yamin Dabu. Yamin itu sekarang membawa mobil truk, sejak kecil ia tinggal sebatang kara di Baubau dan hidup terpisah dengan bapaknya.

Yamin sekarang tinggal di Buton Selatan, jaraknya sekira 30km dari Kota Bauba, tepatnya di Desa Busoa. Adik perempuan mereka sekarang berada di Sumatra, nama Kristennya adalah Maria.

“Keluarganya di Baubau mengenali mereka dengan nama Udin dan Ria,”. Menurut Yamin Dabu, Yamin pernah ke Jayapura mencari Udin namun nihil tidak mendapatkan alamat. Sudah tentu tidak akan menemukan Udin, karena namanya berganti menjadi Herman, selain itu mereka pindah ke Ternate mengikuti ayah tirinya.

“Alhamdulillah……. Banyak2 terimakasih pak…… Atas bantuannya……. 🙏🙏🙏🙏saya masih stanby informasinya pak……”

“Ya baik, selamat berbahagia, nanti akan ada yg mw hubungi itu, nama Yamin Dabu, itu sepupu. Kwbetulan sama nama dgn yamin kakak ta.”

“Banyak- banyak terimakasih ya Pak…… 🙏
Tidak tau dengan apa yang harus saya balas kebaikan Bapak….. 😥”

Sebuah kenikmatan tersendiri bisa mempertemukan yang tercecer. Mungkin karena saya wartawan dan paling aktif di medsos dan internet dan selalu bertemu yang seperti ini. “Jangan lupa bahagia,” tulisku.

Keesokan harinya saya inbox lagi Herman untuk mengetahui perkembangannya. Ia mengaku terharu bisa mendengar suara kakaknya Yamin. Sudah sekian lama baru bertemu setelah 34 tahun meski lewat telepon dan vidio call.

“Alhamdulillah, sudah vidio call juga. Sudah pak…. Sekalian silahturahmi sama keluarganya…..

Bagaimana kisah Herman setelah bapak dan ibunya berpisah? Mereka harus melawan getirnya hidup berjuang untuk bisa bertahan. Begini kisahnya.

Waktu kedua orang tua kami berpisah, kami sudah keluar dari Jayapura. Mama membawa kakak, saya serta adik ke sorong, dan ketemu sama bapak tiri.

Setelah itu kami pindah ke Ternate namun adiknya bapak datang ambil kakak dan membawanya ke Baubau. “Saya sampai besar di Ternate,” jelasnya

Di Ternate kehidupan kami simpang siur yang hidup dengan bapak tiri. Kehidupan kami sudah lebih di luar kehidupan yang dimiliki orang.

Saya dari kecil harus hidup berjuang mencari sesuap nasi dan uang sekolah karena saya harus membantu mama yang bekerja sebagai tukang cuci pakaian dengan gaji hanya seberapa. “Sering mama kena pukul dari bapak, mama harus lari tinggalkan saya, hanya adik tiri saya yang ia bawa, kadang mama balik ke Merauke, itu juga menumpang kapal ikan dan pindah-pindah kapal hingga sampai tujuan. Dan saya hanya bisa tidur di emperan pasar sayur bila di pukul Bpk tiri….”

Herman sering dipanggil teman atau guru untuk tinggal di rumah mereka, asal bisa terus sekolah. “Tetapi waktu saya kelas dua SMEA, saya sudah tidak lanjut sekolah, karena ingin mengikuti mama yang berada di Merauke.”

Herman tidak tahan dengan perlakuan bapak tirinya. Inilah yang membulatkan niatnya untuk lari ke Sorong. Di Sorong ia tinggal bersama saudara ibunya.

Di sana ia lebih memilih untuk kerja mencari uang. “Saya hanya mau mencari kerja, karena saya tidak mau menyusahkan keluarga mama yg di sorang….” Herman bekerja serabutan apa saja ia mau asal bisa menghasilkan uang. Pekerjaannya membawanya ke Manokwari.

Herman bekerja di pedalaman hutan Manokwari sebagai tukang pikul kayu ke pinggir jalan. Pekerjaan ini hanya ia lalui beberapa bulan karena sering mendapat teror Organisasi Papua Merdeka (OPM).

Herman lantas kembali ke Sorong dan mendapat kerja di kapal ikan milik perusahaan asing. Ketika itu sebelum kerusuhan Maluku, ia mendapat kabar kalau ibunya hendak kembali ke bapak tirinya karena mengira dirinya di Ternate.

“Sedih juga dengar kalau mama ada kembali ke sana. Setelah kerusuhan, saya dengar kalau mama beserta adik tiri di ungsikan ke Bitung, jadi saya cari informasi mengenai keadaan mereka, walhasil dapat, saya beri informasi sama mama kalau saya berada di Sorang.”

“Mama meminta saya kirimkan uang sama dia untuk membeli tiket ke sorang, karena dia ingin bertemu saya. Saya kirimkan uang dan kami bertemu di bulan Februari tahun 2000. Kebetulan kapal yang saya kerja lagi dok ke Taiwan. Pas yg bersamaan kalau kapal tersebut balik tetapi sampai Bitung, jadi saya ajak mama kembali ke Bitung, awalnya saya masih trauma dengan sikap Bpk tiri saya karena mau bertemu dng dia, tapi ternyata dia menangis waktu bertemu saya, dia sempat tempeleng saya, bukan karena dia marah besar namun dia menyadari ia salah selama ini.”

Saat itu Herman tidak lagi keluar daerah, ia mencari pekerjaan tetap. Walhasil ia mendapat kerja di perusahaan ikan, hingga berjodo dengan istrinya saat ini. “Saya saat itu masih status beragama Kristen, (waktu bujang) , setelah nikah sama istri saya muallaf di tahun 2005,” ujarnya.

Setelah nikah, sempat kerja di kapal asing selama setahun. Setelah mendapatkan anak kedua, istrinya sudah tidak mengizinkannya untuk bekerja di kapal mengingat anak-anaknya butuh perhatian.

Herman lantas berprofesi sebagai tukang ojek hingga suatu saat mencoba memasukan lamaran kerja ke KPP Pratama Kota Bitung sebagai cleaning servis/pramubakti. Setahun lamanya baru ia mendapat panggilan, bertepatan dengan kelahiran anak ketiganya.

Mengenai Maria, terakhir ia bertemu ketika ibunya meninggal. Dan terakhir mendengar suaranya ketika bapak tirinya meninggal.

Apa yang dibahas Herman ketika bertemu dengan kakaknya Yamin melalui vidio call? “Mau nangis pak sebenarnya,,, tapi saya tahan pak… 😥 Saya merasa bersukur , bisa melihat kakak yg sudah puluhan tahun tidak ketemu…… 😭.”

“Saya tanya keadaannya pak,, dia bilang sama saya kau sudah gemuk, karena memang saya kecil dulu kurus….. Bercerita tentang keluarga….. Rasanya mau nangis tapi saya tahan terus pak….. 😢.”

“Karena sudah begitu lama, saya tidak tau lagi wajahnya, kalau masih kecil masih samar2 begitu pak….”

Kadang kita merasa betapa sulit hidup ini dan betapa tidak adilnya Tuhan kepada kita. Padahal itu semua adalah ujian, lihatlah sekeliling kita masih banyak yang lebih sulit hidupnya dari kita. Teruslah berbuat akan indah pada waktunya.

Jika ada waktu saya ingin mendengar kisah kakaknya Yamin.(***)